Combat Class - Third Grade, Prepare Yourself

"syarat bagi murid yang mau ikut pelajaran dan diberi nilai yang memang selayaknya, nah, ayo lakukan,...Rico."

Hmph. Syarat apaan itu? Seingat dia, ini kan kelas combat. Diulangi, combat. Kalau Rico tidak salah mengartikan, itu berarti kelas ini akan mengajarkan bagaimana caranya bertarung. Mempertahankan nyawa. Membunuh musuh. Dan sebagainya, dan sebagainya, apalah. Karena itu, apa hubungannya pose tidak jelas tadi dengan penilaian di kelas ini?

Rico membuka mata, kilau biru langitnya menantang mata si wakil kepala sekolah yang masing-masing memiliki warna berbeda. Ia bergumam singkat, "Tidak mau" sebelum memejamkan mata kembali.

OOT: Beberapa hari setelah di kafetaria

Haah. Pelajaran sudah dimulai. Lorong-lorong sudah sepi akan murid, semua murid sudah berada dikelas masing-masing sesuai pelajaran yang mereka ambil. Levin berjalan tenang-tenang saja melewati lorong kelas. Tidakkah dia sadar kalau dia telah terlambat. Spertinya Levin tidak menggubris apakah dia telat atau tidak. yeah, bisa dilihat. berjalan dengan santai sambil bersiul-siul dengan tas selempangnya. Pakaiannya keluar dan jasnya tak dikancing. Mungkin lebih persis dibilang 'preman pasar' bila wajahnya sedikit lebih menyeramkan ketimbang wajahnya yang sebenarnya.

Sregh..

Levin membuka pintu geser dengan papan nama "combat class" tertera menggantung-gantung diatas kepalanya.

"pagi.." kata Levin tersenyum seakan dia orang yang tak terlambat.
didepan kelas terlihat beberapa murid menari-nari aneh. Entah untuk apa. Levin juga tidak tahu. Jelas orang yang melihat orang-orang mulai berjoget aneh dan menyanyikan sebuah lagu akan terkejut atau syok.

"Hm.. kalian semangat sekali yah" kata Levin tersenyum sembari menuju bangkunya. Tidak ada tanda-tanda terkejut atau apa di wajah Levin. seakan kejadian-kejadian seperti ini sudah biasa dia tonton.

Levin duduk dikursi. "Rico.. mereka mau latihan menari ya?" tanya Levin pada temang sebelah bangkunya. sambil tetap ber-swt ria.

OOT: Aneh? PM. sorry lagi webe =_=

"...Kamu sudah tahu namaku, Ele,"

"Emm..iya sih.." Ele jadi benar2 bingung sekarang. Nama sama, penampilan sama, tapi kok orangnya beda? Ah, ga taulah bikin pusing aja mikirnya. Akhirnya Ele pun memutuskan untuk tidak berbicara lagi dan mengambil tempat duduk di sebelah Rico.

"Tepatnya, syarat bagi murid yang mau ikut pelajaran dan diberi nilai yang memang selayaknya," jawab Adriano dengan tenang. "Nah, ayo lakukan, Hyo Lee, Arcyrean, Eleanore, dan Rico."

"Tidak mau" sebelum memejamkan mata kembali.

Mendengar jawaban Rico atas perintah gurunya itu, Ele juga mengungkapkan perasaannya yang menolak melakukan hal itu..

"Aku juga..tidak mau...apakah memang harus dipaksa kalau memang orangnya tidak mau?" ujar Ele pada guru 'anehnya' itu.

"Sensei, kalau begitu, coba sensei lakukan pose itu sekali saja. Mungkin itu membuat yang lain mau berpose seperti itu juga" senyum Shiruku nakal.

Naisu!

Begitulah pikiran Ele ketika seorang gadis berambut pirang yang periang itu menganjurkan hal yang bagus untuk guru itu..

"Iya juga ya..lebih baik sensei yang melakukannya duluan dong? Kan guru harus mengajari kita, bukan begitu?" tanggap Ele polos.

Ele lalu melihat seorang gadis dan seorang pemuda yang masuk ke kelas itu. Yang pemuda sepertinya mengenal Rico dilihat dari cara menyapanya yang sudah akrab. Yang gadis sepertinya dia kenal karena pernah melihatnya, tapi...kalau tidak salah dia kan harusnya lelaki?!

Ele jadi makin bingung. Pertama soal Rico, kedua soal guru itu, lalu sekarang ada seorang gadis yang seingatnya harusnya adalah lelaki kan? Dan kalau tidak salah bukankah harusnya umurnya sekarang lebih tua? Karena bingung Ele hanya bisa menatap penuh selidik gadis itu saja, tidak berani menanyakannya.

Wut. de. hel?!

Hyo memasang tampang 'whut.the...' di wajahnya. Memandang Adriano dengan matanya yang tajam. Benar-benar ya, guru combat satu ini... Mungkin sekarang status mereka guru dan murid, tapi kalau disuruh berpose begitu, Hyo tidak segan-segan untuk melakukan perlawanan. Membangkang? Yeah. Mana sudi dirinya merendahkan harga diri dengan berpose sok manis yang pastinya disukai para lolicon. Cuih, ngapain? Walau yang lainnya sudah mulai berpose, Hyo tidak bergerak sama sekali.

"Hn? Harus?" ulangnya, cuek.

Hyo malah kembali duduk, lalu melempar senyuman jahil pada Adriano. Poni yang mulai menutupi mata berwarna biru terang itu tak mampu menghalangi pandangan jahilnya. Oke, pembangkang baru sudah terlahir. Masa bodoh, ah. Mau nilai jelek atau apa, Hyo tetap tidak akan mau berpose seperti itu.

"Kalau aku tidak mau bagaimana, Sensei? Menurutku gaya seperti itu tidak berguna di combat class," ujarnya santai. "Yaa...pengecualian kalau anda mau mencontohkannya..."

Seringai licik sekarang terlihat jelas. Rupanya sempat mendengar ide kawan sekelasnya, dan Hyo setuju kalau Adriano harus mencontohkan. Nyahaha.

Hmm... Banyak yang membangkang rupanya...

Adriano tersenyum kecil, memperhatikan anak-anak kelasnya. Hanya dengan sekejap melihat saja Adriano sudah mampu memberikan penilaian sekilas pada mereka semua. Apakah itu? Lengah. Baik mereka yang dengan patuh melakukan pose itu dengan baik, maupun mereka yang menolak. Yang menerima melakukannya semata-mata karena memang patuh, dan yang menolak karena tidak melihat esensi dari tindakan itu. Memang tepat Combat Class ini ada. Famiglia pastilah hancur berantakan kalau petarung mereka semuanya begini, dan lawannya seorang ahli ilusi seperti Adriano.

Beberapa memintanya turut melakukan pose itu. Adriano tidak menolak. Pria berambut biru ini bahkan tidak nampak marah. Dia hanya mengacungkan tangan kanannya, tersenyum sambil menjentikkan jarinya.

"Baik. Kenapa tidak?" ujarnya kalem.

Angka di mata kanannya pun berputar, menampakkan kanji 1. Kabut tipis pun menyelubungi tubuhnya dan sosoknya berubah. Tidak terlalu berbeda, namun jelas berubah. Menjadi seorang gadis berambut ungu, mata ungu yang mata kanannya ditutupi eyepatch hitam bergambar tengkorak. Dan Adriano sebagai sosok gadis itu pun tersenyum kecil, bergoyang sedikit sehingga rok hitamnya tersibak sedikit.

"Kirah!" ujarnya sambil tersenyum dan menampilkan pose Ranka Lee itu. Dan beberapa menit kemudian, kabut di sekeliling gadis itu kembali muncul. Perlahan mulai menghilang hingga...menampakkan area yang kosong.

"Jujur saja, aku sedikit kecewa," sahut seseorang dari sudut ruangan. "Kalian semua lengah. Kalian kira aku menyuruh kalian melakukan ini tanpa alasan? Tidak. Tidak tahukah kalian kalau gaya tadi itu bisa digunakan untuk membuat musuh lengah? Memperdaya mereka, membuat mereka berpikir kalau kita bukanlah seorang yang patut diwaspadai dan menyerangnya dengan diam-diam?"

Semacam lapisan kabut indigo perlahan mulai pudar, dan menampakkan Adriano yang tengah duduk di kursi di sudut belakang ruangan, meminum secangkir kopi. Dan trident kebanggaannya nampak jelas bersender di sampingnya. Phoenix kesayangannya, Ellenair, melayang mengelilingi ruangan sebelum pada akhirnya mendarat di pundaknya. Adriano kembali menghirup kopinya, menatap semua penghuni ruangan dengan matanya yang kontras berbeda warnanya itu.

"Kalau aku musuh, kalian sudah mati," ujar Adriano tenang. "Kalian bahkan tidak sadar kalau aku yang berdiri di depan ruangan tadi adalah ilusi, eh? Hmp. Dan tanpa sadar juga, pelajaran Combat sudah dimulai, anak-anak."

Adriano pun tersenyum sekali lagi.

"Sayang. Padahal tadinya kalau saja ada satu orang yang mengerti maksudku, aku akan dengan senang hati memberinya kesempatan untuk spar melawanku. Dan tentu saja, mengajari cara penggunaan Flame."

Pagi buta yang indah, sangat indah sekali seakan semuanya itu masih terasa didalam alam mimpi, tetapi apa yang didapatkan oleh Resha pada pagi hari ini? Keributan demi keributan didalam kelas tersebut. Resha hanya menghela napasnya saja seakan tidak ingin mempedulikan manusia lain sebenarnya, tetapi apa boleh buat? Kejadian demi kejadian terus berlangsung bukan ditempat itu? Sementara Resha masih duduk manis ditempatnya dan memperhatikan kekonyolan yang terjadi ditempat itu. Parodi demi parodi harus Resha lihat pada hari itu. Resha hanya tersenyum saja tidak terlalu mempedulikan hal tersebut, ia tidak membaur dengan lainnya.

Tampaknya sang guru ditegur berkali kali dan tidak mau sadar juga, Resha tidak ingin sebenarnya menegur guru pada saat itu, namun apa boleh buat bukan? Senjatanya masih dalam perbaikan dan Resha sudah muak bertarung. Mari kita adu berdebat saja? Itu jauh lebih menarik bukan? Resha tersenyum melihat kearah gurunya tersebut. Tampaknya guru tersebut juga tidak menyadari kehadiran Resha ditempat itu dari tadi.

Merapihkan kedua rambut pirangnnya sambil mengucek ucek matanya, menatap lurus kearah gurunya tersebut. Adriano Constanza. Constanta yang sangat menarik bukan memiliki guru seperti ini. Berdiri dari duduknya sekarang, Tampaknya Adriano yang sebenarnya telah muncul, Resha hanya menghela nafas lagi jadi bagaimana kalau kita mulai saja pelajaran ini? Jauh lebih menarik bukan?

Resha hanya tersenyum kearahnya sekarang.

“Jadi—sudah selesai permainan anda sensei? Menarik sekali pelajaran anda.”

Angka di mata kanannya pun berputar, menampakkan kanji 1. Kabut tipis pun menyelubungi tubuhnya dan sosoknya berubah. Tidak terlalu berbeda, namun jelas berubah. Menjadi seorang gadis berambut ungu, mata ungu yang mata kanannya ditutupi eyepatch hitam bergambar tengkorak. Dan Adriano sebagai sosok gadis itu pun tersenyum kecil, bergoyang sedikit sehingga rok hitamnya tersibak sedikit.

"Kirah!" ujarnya sambil tersenyum dan menampilkan pose Ranka Lee itu. Dan beberapa menit kemudian, kabut di sekeliling gadis itu kembali muncul. Perlahan mulai menghilang hingga...menampakkan area yang kosong.

Eh? Yang barusan apa? Kenapa guru itu berubah jadi cewek yang mirip Ch**iro-chan begitu? Huwah. Shiruku bingung kenapa bisa kosong begitu sekarang. Memangnya mafia itu semuanya bisa sihir ya? Oke, Shiruku tahu soal flame. Tapi masa bisa sampai begini sih? Hebat juga guru ini. Mungkin dia amat kuat ya.

"Jujur saja, aku sedikit kecewa," sahut seseorang dari sudut ruangan. "Kalian semua lengah. Kalian kira aku menyuruh kalian melakukan ini tanpa alasan? Tidak. Tidak tahukah kalian kalau gaya tadi itu bisa digunakan untuk membuat musuh lengah? Memperdaya mereka, membuat mereka berpikir kalau kita bukanlah seorang yang patut diwaspadai dan menyerangnya dengan diam-diam?"

Semacam lapisan kabut indigo perlahan mulai pudar, dan menampakkan Adriano yang tengah duduk di kursi di sudut belakang ruangan, meminum secangkir kopi. Dan trident kebanggaannya nampak jelas bersender di sampingnya. Phoenix kesayangannya, Ellenair, melayang mengelilingi ruangan sebelum pada akhirnya mendarat di pundaknya. Adriano kembali menghirup kopinya, menatap semua penghuni ruangan dengan matanya yang kontras berbeda warnanya itu.

"Kalau aku musuh, kalian sudah mati," ujar Adriano tenang. "Kalian bahkan tidak sadar kalau aku yang berdiri di depan ruangan tadi adalah ilusi, eh? Hmp. Dan tanpa sadar juga, pelajaran Combat sudah dimulai, anak-anak."

"Hoo? Begitu ya! Nappo-sensei, anda lumayan menarik juga! Aku sama sekali tidak bisa menebaknya!" ujar Shiruku tersenyum cerah seperti S*z*miya H**hi sekaligus sambil tepuk tangan. Shiruku tertawa Ohohoho lagi. Menarik, kelas ini menarik~ ucap Shiruku dalam hati sudah seperti Ry*k dari D**th N**e. Segitu bosennya, neng?

"Kemudian, apa yang akan kita latih sekarang? Kalau memang tidak ada yang bisa menebak tadi?" tanya Shiruku iseng.

Setelah para murid, walaupun ada beberapa pengecualian, selesai melakukan salam mereka, kali ini sang gurulah yang akan melakukannya karena ditantang.
Guru mereka pun melakukannya tidak tanggung-tanggung.
Ia sampai mengubah gendernya (dengan ilusi) menjadi seorang gadis manis!!
Dan kemudian menghilang bagai ditelan kabut.

Ada gender bender dan sulap...Ternyata kelas ini lebih menarik dari yang gue kira, Pikir Haruki sambil memandang tempat gadis tadi berdiri, yang kini sudah kosong.

Kemudian sebuah suara terdengar dari sudut ruangan; Haruki spontan mengalihkan perhatiannya ke arah tersebut.
Ternyata guru berambut nanas itu sudah duduk tenang, menghirup kopi dan berkomentar kalau yang tadi itu adalah semacam tes.

Hmm, jadi acara 'salam' itu hanya untuk membuat lengah para murid.
Heee...Menarik juga.
Bila yang tadi saja baru pembukaan, apa berikutnya mereka akan disuruh untuk bertarung sambil menari samba?
Haruki hanya diam dengan seulas senyum di wajahnya sambil menatap guru itu; Menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Reuel hanya melongo sejenak.

Oh. Oke, sensei, itu memang rencana awalnya atau sensei sekedar ngeles biar ga diketawain waktu jatoh terus ketauan nonton video Ranka Lee...? batinnya, seraya bersweat drop melihat Adri yang duduk di pojok ruangan.

Dia hanya menghela napas sebelum duduk di salah satu kursi yang masih kosong. Jujur saja dia tidak terlalu peduli sih, apakah sensei satu itu mau mengajar beneran atau tidak...

Alasan datang ke kelas ini. Satu, nganggur. Dua, pelajaran wajib. Sekian.

Kembali Reuel melirik guru berambut nanas di pojok ruangan itu dengan pandangan kosong.

...

Guru aneh + Pelajaran aneh = Kelas aneh. Hitungan aljabar a la sekolah yang sama anehnya.

Lihat saja apa yang akan terjadi berikutnya. Apa? Disuruh mengejar sensei mereka ke seluruh sekolah padahal ternyata yang asli ada di ruangan itu? Atau mungkin disuruh langsung ke lapangan dan lari keliling duapuluh putaran karena lengah?

Kejadiannya begitu cepat...pertama Ele hanya meihat guru itu tiba2 menyetujui permintaan muridnya, lalu anehnya lagi guru itu berubah menjadi seorang gadis dan lalu bla..bla..bla..(malas ngejelasin *disambit*)...

"Kalau aku musuh, kalian sudah mati," ujar Adriano tenang. "Kalian bahkan tidak sadar kalau aku yang berdiri di depan ruangan tadi adalah ilusi, eh? Hmp. Dan tanpa sadar juga, pelajaran Combat sudah dimulai, anak-anak."

Ele tetap terdiam mendengar pembicaraan guru itu...

"Kalau memang pelajaran sudah dimulai..ya mulai saja..kalau setiap pelajaran Combat begini terus..gimana mau mulai pelajarannya?" batin Ele masih diam duduk di tempatnya, tetap bersikeras untuk tidak menarikan tarian yang aneh itu...

"Sudah mati ya...mungkin bagus juga.." gumam Ele entah suaranya itu terdengar atau tidak oleh yang lain yang pikirannya lalu tiba2 melayang ke suatu tempat.

Wao, ternyata hanya ilusi ya? Untung deh Hyo tidak menuruti kata-kata Adriano tadi, yang rupanya hanya ilusi. Tch, tak bisa dipungkiri kalau gurunya memang petarung yang hebat. Hyo masih ingat jelas ketika trident dan schyte milik mereka beradu di tengah pertempuran. Oh, tentunya Hyo dengan rendah hati akan mengakui kalau ia pasti akan kalah jika bertarung dengan Adriano. Tapi bukan berarti ia mau saja disuruh melakukan hal-hal konyol seperti tadi. Makasih deh. Mungkin sekarang ia sudah jadi pembangkang, tapi masa bodoh. Toh ia sudah hadir di kelas. Kan tidak tertulis di peraturan sekolah harus mengikuti setiap kata-kata guru. Beda esensinya dengan patuh, kalau menurut Hyo.

Pemuda itu menguap, sambil menutupi mulutnya yang terbuka dengan tangan kanannya. Sekilas seperti gaya meremehkan. Rupanya Adriano duduk di sudut belakang. Aah, dasar illusionist. Hyo melirik sekilas, menghela napas dan menghentak untuk berdiri. Sekarang ia menatap langsung Adriano. Weh, enaknya yang minum kopi. Tipikal Adriano...yeah. Hyo malas menanyakan hal-hal lain. Kata-kata guru combat satu itu hanya mampir di telinga Hyo, dan setelahnya menghilang terbawa angin.

"Nah, jadi? Selanjutnya bagaimana Sensei?" tanya Hyo. Yah, jujur saja ia juga menunggu pelajaran yang diberikan. Memang buat apa ia susah-susah datang ke kelas ini?

"Rico.. mereka mau latihan menari ya?"

Oke. Apa lagi sih ini? Mendengar suara yang ia rasa pernah didengarnya, Rico mau tak mau membuka mata dan melihat...anak yang di kafetaria kemarin. Namanya itu..."Entah ya, Levin, tanya saja sen-"

Perkataan anak itu terhenti dengan atraksi gurunya. Disusul dengan fakta bahwa semua yang diperlihatkan tak lebih dari ilusi semata. Oh, dan bahwa pelajaran sudah mulai sedari tadi.

Hoo...Begitu ya...

Masih dengan posisi duduk yang sama, namun tidak lagi mengantuk. Matanya yang bulat menatap si wakil kepala sekolah. Kepalanya terteleng sedikit. Hee...lalu? batinnya

didepan kelas, tepatnya samping meja guru asap mengepul. Terlihat seorang wanita dengan eyepacth sama persis dengan wakasek. Hanya saja ada perbedaan gender diantara kedua orang tersebut dan lagi wanita itu lebih 'manis' daripada wakasek-sensei yang nggak bisa dibilang 'manis' itu. Dan tiba-tiba fysh.. hilang, terdengar suara lelaki yang sama persis dengan wakasek nanas itu.

tipuan ya.., batin Levin sambil berbalik menoleh kebelakang, melihat wakasek yang sedang minum kopi. Dengan tenang memberitahu bahwa sedaritadi pelajaran telah berlangsung.

Levin menoleh sekitar, melihat beberapa murid berwajah merah padam karena marah telah menari-nari. Ada juga yang berwajah merah seperti tomat, karena malu.

Setelah ini apa ya?, batin Levin bertanya-tanya dalam hatinya sambil tersenyum atau memang mulutnya selalu melengkung seakan dia tersenyum begitu? hung.. tak tahu lagi Levin memikirkan apa lagi yang akan diperbuat wakasek itu.

Oya? Ada pikiran yang berbeda...

Adriano pun menoleh, menangkap sosok seorang gadis berambut pirang. Satu-satunya orang yang menyadari kabut ilusi Adriano, eh? Pria berambut panjang ini pun tersenyum kecil. Memang seperti yang bisa diharapkan dari seorang Capofamiglia. Setidaknya, ada satu orang yang telah terlatih menghadapi ilusi. Dan berarti, beban Adriano akan sedikit berkurang. Sedikit, karena rupanya anak-anak di sana seperti cabai keriting yang gagal. Kecil, berusaha pedas, padahal tidak bisa apa-apa.

Adriano hanya diam memandang aksi Hyo Lee. Memang, mereka telah bertunangan. Tapi di kelas, cincin di jari manis mereka seolah tak ada artinya. Dan memang inilah yang seharusnya dilakukan Adriano. Memberikan penilaian yang adil, dan menghukum tanpa melihat wajah. Tanpa menganakemaskan seorang pun di kelas itu. Terkesan tidak berperasaan? Hei, memang begitu seharusnya seorang guru bertindak. Dan Adriano tidak mau menjadi sembarangan guru. Yah, sekalipun profesi aslinya bukan ini juga sih. Tapi tak ada salahnya bukan, mencoba menjalani sebuah pekerjaan dengan sepenuh hati? Untuk sedikit...menebus kesalahannya...

Setelah tegukan terakhir dan kopi itu habis, Adriano pun berdiri. Nampak jelas kalau kemeja putihnya agak kurang rapi, tidak terkancing tiga dari atas. Tambah lagi dasinya seperti sengaja dilonggarkan, jasnya tidak dikancing, dan ikat pinggangnya menggantung di pinggul. Pak Wakasek, kenapa bajunya begitu? Jawabannya mudah, tadi dia buru-buru ganti baju. Saat ilusinya standby saja, dia baru mulai sikat gigi. Jadi, dia tadi masuk ruangan diam-diam juga. Dengan bantuan Ellenair, phoenix kesayangannya yang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan apa yang dia ingin sembunyikan.

Dengan langkah yang jelas nampak malas, Adriano pun berdiri di depan kelas. Trident panjangnya digunakan untuk menggaruk punggung, seolah ingin menampakkan betapa serampangannya dia.

"Baik. Selamat datang di Combat Class. Saya rasa saya tidak perlu memperkenalkan diri lagi, bukan? Tambahan informasi, kalau kalian ingin tahu. Aku Guardian of Mist Vongola, dan ya, aku sudah bertunangan. Makanya, jauhkan coklat-coklat itu dari--"

Seolah mengikuti penjelasannya, seekor merpati terbang memasuki ruangan dan menjatuhkan coklat tepat ke atas mejanya. Adriano sweatdropped melihat ini, lalu kembali menghadapi para muridnya.

"Tapi saya tidak kenal kalian, tepatnya style kalian bertarung. Jadi, saya minta kalian maju satu-satu, serang saya yang ada di depan ini. Gunakan apa saja, terserah. Termasuk senjata kalian," ujar Adriano, dan mata kanannya kini dihiasi aura indigo dengan kanji 4. "Oh iya, mohon dicatat, spesialisasi saya ilusi, bukan pertarungan langsung. Jadii...jangan kasar-kasar ya?"

Bohong.banget. Padahal dia sudah sampai pakai Path of Ashura. Tidak ahli pertarungan? Yeah, dan Tsuzuki sekarang pasti sedang menari samba.

Sepertinya pemuda ber-eyepatch dan Rico juga tetap tidak setuju untuk melakukan tarian itu, yah..syukur deh..

"Baik. Selamat datang di Combat Class. Saya rasa saya tidak perlu memperkenalkan diri lagi, bukan? Tambahan informasi, kalau kalian ingin tahu. Aku Guardian of Mist Vongola, dan ya, aku sudah bertunangan. Makanya, jauhkan coklat-coklat itu dari--"

Ele hanya bisa melihat dalam diam ketika guru dan merpati itu tiba2 datang seolah bereaksi pada perkataan Adriano-sensei...

"Lucu juga.." batin Ele tersenyum sedikit melihat kejadian tersebut, tapi senyumnya itu tidak bertahan lama ketika sensei itu tiba2 berkata...

"Tapi saya tidak kenal kalian, tepatnya style kalian bertarung. Jadi, saya minta kalian maju satu-satu, serang saya yang ada di depan ini. Gunakan apa saja, terserah. Termasuk senjata kalian," ujar Adriano, dan mata kanannya kini dihiasi aura indigo dengan kanji 4.

"Kalau begitu berarti yang sudah bisa mengendalikan flame-nya akan lebih menguntungkan dong?" gumam Ele memperhatikan seisi kelas yang sebagian besar ada yang mempunyai jabatan disini.

"Oh iya, mohon dicatat, spesialisasi saya ilusi, bukan pertarungan langsung. Jadii...jangan kasar-kasar ya?"

"Kok sepertinya..ada yang aneh dengan ucapannya? Tidak mungkin seorang wakepsek seperti dia tidak ahli bertarung fisik juga kan?" batin ele bingung tapi memutuskan untuk melihat-lihat dulu siswa2 yang lain apakah akan menerima tantangan dari Adriano-sensei atau tidak.

"Baik. Selamat datang di Combat Class. Saya rasa saya tidak perlu memperkenalkan diri lagi, bukan? Tambahan informasi, kalau kalian ingin tahu. Aku Guardian of Mist Vongola, dan ya, aku sudah bertunangan. Makanya, jauhkan coklat-coklat itu dari--"

"Hmpf---" Shiruku menahan tawa. Kasian sekali guru ini, sudah mirip nanas, sudah bertunangan masih banyak fans. Shiruku tidak tertarik pada tipe mesum misterius seperti Adriano, sayangnya. Shiruku suka tipe ceria yang kuat. Shiruku kembali ke pikirannya. "Jangan-jangan kalau dia terima semua itu, pulang-pulang dihajar tunangannya." pikir Shiruku geli membayangkan sensei nanas dikejar-kejar perempuan tunangannya. Oke, pertama, Shiruku tidak tahu tunangan Adriano cowok, kedua, Shiruku tidak tahu tunangannya itu ada di kelas ini.

Shiruku jadi penasaran dengan Adriano-sensei ini. Bisa ilusi, seperti nanas, tunangan pula. Kalau seandainya Shiruku tahu tunangan Adriano Hyo, pasti tambah 1 faktor penasaran lagi; pedofil homo. Shiruku ingin tahu kenapa orang ini begini. Mungkinkah kebanyakan makan racun nanas di masa kecilnya?

"Tapi saya tidak kenal kalian, tepatnya style kalian bertarung. Jadi, saya minta kalian maju satu-satu, serang saya yang ada di depan ini. Gunakan apa saja, terserah. Termasuk senjata kalian," ujar Adriano, dan mata kanannya kini dihiasi aura indigo dengan kanji 4. "Oh iya, mohon dicatat, spesialisasi saya ilusi, bukan pertarungan langsung. Jadii...jangan kasar-kasar ya?"

Shiruku agak bingung. Kalau itu ilusi bagaimana bisa diserang? Ah, tapi mungkin bisa juga diserang. Ini kan mafia, apapun bisa ada....seperti di kantong D*ra*mon saja mungkin.....begitulah pemikiran Shiruku.

Tapi tetep aja aneh kalau ilusi bisa disentuh. Sebenarnya si guru ini mau apa sih? Mau ilusinya tembus terus kena ke dia? Ah, sudahlah. Shiruku memasang Tsukkomi Heart, dan berlari ke arah 'Adriano' yang ada di depan. Hendak meninjunya dengan kekuatan penuh.

"Err..... OK???"

Jelas, Raku kesel + panas juga ngedenger perkataan Adriano tadi. Ya, dari yg pertama dibilang, soal pose "kira~", trus ilusi tsb, dan terutama, perkenalan diri Adriano. Guardian of Mist Vongola. Jabatan mrk sama, kemampuan berbeda jaoh. Raku dgn sukses ketipu ilusi guru nya tsb. Way to go, Raku!

"Tapi saya tidak kenal kalian, tepatnya style kalian bertarung. Jadi, saya minta kalian maju satu-satu, serang saya yang ada di depan ini. Gunakan apa saja, terserah. Termasuk senjata kalian."

Raku pun menarik Haruki (yg maseh dirangkul nya tadi) lebih deket.

"Eh, Ukipon, mau cabut aja nggak neh?"

"Mau cabut?" Haruki balik berbisik sambil nyengir semangat, "Boleh aja, tapi gimana caranya?"
Ia kembali menatap guru yang saat ini sedang diserang oleh cewek berambut pirang enerjik itu.
"Keluar diam-diam mumpung senseinya lagi sibuk?"

"Tapi saya tidak kenal kalian, tepatnya style kalian bertarung. Jadi, saya minta kalian maju satu-satu, serang saya yang ada di depan ini. Gunakan apa saja, terserah. Termasuk senjata kalian."

Uh, memang guru yang aneh...

"Oh iya, mohon dicatat, spesialisasi saya ilusi, bukan pertarungan langsung. Jadii...jangan kasar-kasar ya?"

Juih, juih. Keliatan banget bohongnya. Kayanya tuh mata kanan mencurigakan banget deh.

"Eh, Ukipon, mau cabut aja nggak neh?"

"Yakin kalian mau cabut? Rasanya kalau kalian cabut bakal ada hukumannya lho. Lagipula dibilang gurunya sibuk pun aku punya perasaan kalau di depan sana ada satu lagi ilusinya yang menunggu murid yang terlambat dan murid yang melarikan diri." kata Reuel dengan santainya ke dua kanibal yang berniat cabut itu.

Di saat bersamaan, dia sudah mengeluarkan kipasnya dan langsung melemparkan salah satunya ke arah guru kelasnya itu. Seperti tidak peduli kalau empat meja yang berada di jalur kipasnya itu jadi terpotong sedikit gara-gara kipasnya.

Woi, kau minta dibunuh disciplinary committee karena merusak fasilitas sekolah, nak?

Spektakuler.

Uetsu jadi bingung, ruangan tempat ia berada sekarang itu sebenarnya combat class atau prank class. Dan lagi, ketika guru itu berubah menjadi gadis manis berambut ungu --dan membuat Uetsu merinding-- dan menirukan pose Ranka Lee seperti di video barusan. Kereeen!

Uetsu memperhatikan guru itu dengan mata berbinar, menunggu ilusi berikutnya. Mengepalkan tangan secara spontan saat ternyata yang barusan hanyalah ilusi sementara tubuh aslinya sedang enak-enakkan minum kopi di meja. Wew, kopi.. *shot*

Dan sekarang, mereka disuruh maju satu persatu untuk melawannya. Satu persatu? Tidak mungkin. Karena mereka murid yang jelas tidak mungkin melawan guru yang juga berjabatan Guardian of Mist Vongola. Mati dia nanti.

2 orang, maju menyerang guru itu. Sebenarnya ia juga mau, tapi mungkin lebih baik menunggu giliran? Setelah mereka berdua, mungkin.

Well, well, well... Kita lihat bagaimana reaksi anak-anak ini dengan apa yang dikatakan Adriano. Ada yang ragu untuk menyerang, tapi ada juga yang tanpa ragu segera menyerang guru Combat ini. Dan dengan ini pula, Adriano sudah bisa menebak gaya bertarung mereka. Gadis berambut pirang di dekatnya ini mencoba meninjunya. Adriano dengan santai mengacungkan tridentnya, menahan tinju itu. Dengan tenaga yang lumayan besar pula karena dia telah mengaktifkan Path of Ashura miliknya.

"Jarak dekat, akan kucatat itu," gumam Adriano sambil tersenyum kecil.

Wew, ada kipas yang dilemparkan ke arahnya. Adriano sweatdropped. Oke, serangan jarak jauh menggunakan senjata, sepertinya? Pria berambut biru tua ini pun tersenyum kecil dan melompat ke samping, menghindar dari jalur kipas itu. Sip. Dia sudah berhasil mencatat dua dari total entah berapa murid Third Grade mengenai gaya mereka bertarung. Dan selanjutnya...apa ya?

Oya. Ada yang mau kabur rupanya. Adriano hanya tersenyum melihat ini. Kufufufu... Pintar juga pemuda bengong bernama Reuel itu. Memang sih, di luar, ilusi lain Adriano telah menunggu. Tepatnya, ilusi dirinya yang tengah memegang cambuk sambil memelototi daerah pintu keluar itu. Siap menyerang ketika ada yang mencoba kabur? Suuureee...

Ele melihat sudah 2 orang yang mencoba menyerang sensei itu, yang satunya gadis pirang bersemangat itu dan yang satunya seorang pemuda berwajah lempeng. Apa Ele juga ikut menyerang saja?

Sebelumnya ele melihat tingkah mencurigakan dari pemuda berambut hijau dan temannya yang sepertinya merencanakan sesuatu itu, tapi lagi dalam keadaan begini? Mana sempat dia memikirkan itu?

Akhirnya...

"Hmm...apa boleh buat.." batin Ele mengeluarkan Sinclairnya terlebih dahulu, sekadar memastikan saja. Lalu dengan perlahan dan lincah dia mendekati Adriano-sensei dan berusaha menjangkaunya dengan ujung tombak bermata satunya itu.

Akan kah berhasil? Tentu saja tidak...dia melihat bahwa 2 orang yang menyerang guru itu saja tadi berhasil dihindarinya dengan mudah. Yah....tapi perlu dicoba kan?

Kano membuka pintu ruangan kelas combat itu. Sepertinya ada yang tidak beres jika dilihat dari mukanya Kano. . . karena biasanya Kano tidak biasanya menampakan ekspresi agak meringis seperti ini, wajahnyapun agak merah. Meski begitu sepertinya ia tetap tidak banyak bicara seperti biasanya. Perlahan tapi pasti. . . lebih mirip dengan menyeret kaki sih, Kano mendekati Adriano.

"Sudah berapa lama kelas ini berlangsung?" Tanya Kano kepada Adriano. Entah kenapa ketika kondisi Kano tampak tidak terlalu fit, padahal tadi ia merasa biasa-biasa saja sebelumnya. Mungkin gara-gara terlalu banyak memendam gas merica dalam tubuh? Ah, tapi hal itu tidak terbukti dapat membuat menjadi sakit seperti sekarang inikan.

Resha hanya tersenyum. Hanya tersenyum saja melihat guru tersebut, tidak terlalu mempedulikannya tetapi entah mengapa Resha tetap peduli terhadap guru tersebut. Dengan senyuman lemah diwajah Resha menatap kearah kumpulan murid tersebut, memandang kearah mereka satu per satu, tampaknya semuanya energik dan tidak terlalu banyak berpikir. Menyenangkan sekali memang. Resha hanya menghela napas sambil membelai rambut pirang panjangnya tersebut lalu melihat kearah situasi ditempat itu sampai pada akhirnya sang guru mulai berbicara lagi.

Tersenyum, Resha hanya tersenyum saja. Memandang kearah gurunya tersebut yang menatap kearah mereka dengan tatapan meremehkan dan tidak ingin mengajar mereka tampaknya. Resha hanya diam dan tersenyum memandang mereka dan hanya menunggu apa yang akan ia perbuat pada saat itu, mengeluarkan Trident dan mulai menggaruk punggungnya? Impresif.

Jadi itukah pembukaannya?

Selamat datang dikelas bertarung katanya dan silahkan menyerang dia. Memang—vongola—guardian. menarik, Resha mengakuinya kalau dia memang ahli dalam masalah ini. Lalu ia melihat kearah murid murid lainnya yang mulai menyerang Adriano pada saat itu, Resha hanya tersenyum. Memanggil animal miliknya atau? Tidak mungkin ini jauh lebih menarik daripada memanggil animal dan menyerang dengan barbar. Aura indigo tercipta disekitar pemuda tersebut dan Resha tau itu, hanya tersenyum melihat situasi.

Resha melihat mereka menyerang dan apa yang dilakukan oleh pemuda tersebut? Sangat menarik. Resha hanya terkikik kecil lalu berdiri dari tempat duduknya, memandang kearah gurunya tersebut. Aura biru muda tercipta disekitarnya sekarang, hanya tersenyum memang dan tangan kanannya mask kedalam saku miliknya. Mengeluarkan sesuatu yang sangat menarik, tersenyum kearah pemuda tersebut.

”Jadi sensei—bagaimana kalau ini untukmu?”

Aurellia hanya tersenyum ramah pada guru tersebut seakan tidak bersalah sama sekali dan melemparkan sebuah granat kearahnya sambil tersenyum kecil dan memandang kearahnya dengan tatapan ramah. Granat tersebut terlempar kearah guru tersebut yang nampaknya masih bersantai ria. Aurelliapun hanya tersenyum memandang apa yang akan dilakukan oleh guru tersebut.

oot: kalo aneh ato merasa keberatan, PM saya
==

Rico hanya diam menonton semua kejadian yang berlangsung. Beberapa anak telah menyerang si wakil kepala sekolah. Sayang sekali, serangan-serangan yang datang dengan mudah dihindari. Namun masih ada juga yang menyerang. Yah, toh guru itu sendiri yang bilang silahkan serang.

Ketika melihat ada seorang gadis berambut pirang panjang melempar granat ke arah guru rambut biru itu, Rico spontan mencabut pistolnya dan-

DOR DOR DOR!!

Moncong pistolnya memuntahkan tiga peluru berturut-turut sekaligus. Three-shot bursts. Salah satu alasan orang-orang menggunakan Glock, terima kasih. Peluru-peluru itu berterbangan menuju granat yang telah dilempar ke arah si guru rambut biru.

Meledak atau tidak...?

Leave it to the history, I presume.