[LESSON] Strategy Class: start with an introduction

Timeline: 14 Februari - 09.30 a.m.

=====

Seorang mafia biasa berambut pendek pirang kecoklatan dengan mata merah masuk ke dalam ruangan yang sekarang akan menjadi kelasnya (baca: daerah kekuasaan). Entah apa yang dipikirkan kepala sekolah dengan mengangkatnya sebagai guru strategi padahal ia hanya mafia biasa tanpa pangkat yang mengikuti perang besar 3 tahun silam. Wajah baby face yang sering dihiasi dengan senyum 'setan', menyebabkan hanya sedikit orang yang bisa nenebak umurnya. Tapi jangan kira Skeil hanya berprofesi sebagai mafia biasa dalam kurun waktu 28 tahun ini. Otaknya diisi dengan berbagai macam pengetahuan tentang senjata dan cara membunuh. Tidak ketinggalan, strategi pembunuhan. Yah, berterimakasihlah kepada pemimpin organisasi assasin di mana ia bergabung dulu kalau sekarang ia ditunjuk sebagai guru di Don Girarde ini.

Mata merahnya memandang seisi kelas yang katanya, boleh ia dekorasi seenaknya. Dengan rak di belakang kelas penuh berisi benda2 yang lebih bisa dikatakan untuk bermain daripada untuk belajar. Papan catur, ular tangga, dek kartu remi, beberapa peralatan olahraga (sepak bola, american football, dll) dan beberapa permainan lain yang entah ada hubungan apa dengan pelajaran. Ia melepas jas hitamnya dan meletakannya di kursi gurunya. Cengar cengir tidak jelas melihat isi rak yang abstrak itu.

Dan sekarang, hanya memakai kemeja putihnya, duduk di bangku guru sambil membaca daftar murid kelas 4 yang akan ia ajar. Sementara kepalanya memikirkan sesuatu yang lain. Perkenalan. Oke, Skeil tidak sekejam itu dan langsung memulai pelajaran dalam pertemuan pertamanya. Tapi gimana memulainya?! Dia memang paling parah dalam berkenalan karena gerilya adalah strategi perang favoritnya *shot*. Udahlah, itu belakangan saja kalau murid2 sudah datang. Sekarang ngapain? Diam saja dan menunggu. Masih 15 menit lagi pelajaran dimulai. Kira-kira murid2nya seperti apa ya..?

"Masih jam segini... TRUS KENAPA AKU KE KELAS!?" pikir Colorante.

Dasar Colorante... Nda jelas... -_-' Dia sering banget jadi super random. Kadang2 bisa disini, bisa disana... Kayak cicak.

"Hah... Sudahlah. Daripada nganggur mending masuk aja..." Kemudian Colorante membuka pintu kelasnya. Didalamnya ada seseorang yang sepertinya adalah guru kelas strategy ini.

"Pagi, sensei..." kata Colorante sambil memandang keadaan kelas barunya itu.

--

Timeline : 14 February - 09.32 a.m.

Huahmm!!!

________

Raven menguap malas melintasi koridor menuju kelas barunya...Tadinya dia berpikir untuk bolos pelajaran pertama saja karena merasa kurang tidur. Jam segini biasanya dia masih tidur dengan lelapnya di Apartement-nya yang dulu, namun sekarang keadaannya lain. Sejak pembagian kamar yang tidak masuk akal itu, Raven harus sekamar dengan 2 orang lainnya yang ternyata adalah perempuan semua! Gimana bisa tidur kalau begitu?!

"Huuh...lebih enak yang dulu..Apartement seluas itu sendirian..sekarang ada 2 cewe yang menyebabkan setiap malam terpaksa harus kujalani dengan stress" batin Raven dengan wajah kantuk dan malasnya.

Raven sendiri sebenarnya merupakan tipe yang jika bangun tidur tidak bisa langsung bangun melainkan bengong dulu selama beberapa menit, yah, mungkin juga itu menyebabkan dia selalu menjadi Bad Mood kalau dibangunkan pagi2...

"Strategy Class ya.." batin Raven malas melihat jadwal pelajaran barunya yang tadi dmasukkan ke sakunya itu.

Raven pun akhirnya masuk ke kelas barunya itu dan melihat sudah ada 2 orang pemuda yang salah satunya mungkin adalah guru kelas itu...dan kalau tidak salah pemuda bertopeng yang satunya lagi pernah ditemuinya di perpustakaan..tapi Raven tidak mengingatnya karena masih terbawa perasaan ngantuk...

Tanpa mengucapkan salam karena lupa dan masih terbawa ke alam mimpiRaven langsung asal ambil tempat duduk saja yang berada di bagian agak paling belakang kelas lalu langsung tiduran di meja barunya itu karena malas, tidak sadar bagaimana sifat guru barunya itu.

OOT:@Mamih: Hayo mau diapain nih anakku? Jangan2 kasar2 ya!!

Rieska Verriert, anak tunggal dari keluarga Verriert, hanya mengernyitkan dahi dan menatap kertas yang ada di tangannya dengan kesal. Baiklah, sudah saatnya ia masuk ke kelas Strategi. Namun, ketika Rieska berhenti di depan kelas tersebut, kening Rieska mengerut.

"Sebaiknya ini kelas yang benar..." Rieska bergumam kesal dan memegang doorknob yang ada di depannya. Jujur saja, ia sudah berkeliling sekolah beberapa kali, namun ia belum bisa menghafal mana ruangan ini, mana ruangan itu.

Menghela napas panjang, Rieska membuk pintu kelas Strategi.

"Permisiii, apa di sini ruang kelas strategi?"

"Hm? Itu khan Raven? Dia... keliatannya kok masih ngantuk..." kata Colorante.

Kemudian Colorante menghampiri dan duduk disebelah Raven yang baru saja sampai dan tiduran di meja.

"Raven-san? Situ baru bangun tidur ya? Kok pada kelihatan kusut gitu..."

"Permisiii, apa di sini ruang kelas strategi?"

"Ung? Itu siapa ya... Ga pernah liat..."

"Ah... Iya. Ini adalah kelas Strategi." kata Colorante.

Dari luar ruangan, ia langsung menoleh ke arah Colorante Scuro yang menjawab pertanyaannya. Ah, teman sekelasnya kalau begitu kan? Bagus. Melihat dari jumlah murid yang ada di dalam ruangan, sepertinya ia belum terlambat. Exzellent.

Rieska menghela napas panjang, tanda rasa bersyukurnya karena tidak nyasar, lagi. Pria tersebut segera masuk ke dalam ruangan. Matanya menangkap sosok guru yang akan mengajarnya tengah berpikir -- ah, mungkin ia tidak menyadari keberadaan Rieska yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Rieska Verriert hanya mengangkat bahu -- kalau perkenalan, pasti ada waktunya.

Kakinya terus membawanya pergi, melewati beberapa meja. Rieska pun berhenti di depan kursi Colorante dan menaruh barang-barang yang seharusnya ia bawa -- tas, buku-buku, dan lain-lain -- di samping meja. Pria tersebut duduk, sebelum berbalik ke arah Colorante.

"Ah, terima kasih atas informasinya, err... Tuan." Rieska hanya tersenyum dengan penuh terima kasih. "Ah, ya... Nama saya..." Rieska terdiam -- tidak, dia tidak akan memberikan nama aslinya. Ia hanya akan memberikan nama keluarganya -- ya, tepat sekali.

"...Nama saya Verriert. Senang bertemu dengan anda."

Rieska hanya tersenyum lebar. Bahkan setelah nyasar kesana kemari, perasaan penasarannya terhadap kelas strategi masih saja terbakar dalam dirinya.

"Raven-san? Situ baru bangun tidur ya? Kok pada kelihatan kusut gitu..."

"Permisiii, apa di sini ruang kelas strategi?"

Raven yang memang sedari tadi bengong kayak sapi ngelongo ga jelaspikirannya entah melayang kemana di alam mimpinya itu, tentu saja spontan kaget dengan suara sapaan dan pertanyaan dari dua orang, sehingga...

SRUT! DUAK!

Raven yang sedari tadi terkantuk-kantyk dengan tangan memangku dagu, langsung terpeleset sehingga dagunya itu dengan sukses langsung membentur permukaan meja mulus kelas Strategy itu...

"Aduh! Buset dah!" teriak Raven tidak sadar kalau dia sedang di kelas Strategy, setelah dia mengelus-elus dagunya sebentar karena masih sakit, dia memperhatikan bahwa pemuda yang menayapanya tadi adalah Scuro, dan pemuda yang mengajukan pertanyaan belum pernah dilihatnya, menurut Raven.

"Lho? Scuro? Oh iya ini di kelas ya.." balas Raven masih ngelindur sedikit.

"Ah, terima kasih atas informasinya, err... Tuan." Rieska hanya tersenyum dengan penuh terima kasih. "Ah, ya... Nama saya..." Rieska terdiam -- tidak, dia tidak akan memberikan nama aslinya. Ia hanya akan memberikan nama keluarganya -- ya, tepat sekali.

"...Nama saya Verriert. Senang bertemu dengan anda."

"Hah? Informasi apa?" tanya Raven ga mudeng karena tadi tidak mendengar pertanyaan pemuda itu.

"Hoo...namamu Verriert ya? Tapi itu nama keluarga kan? Supaya terasa dekat, boleh tahu nama panggilanmu tidak? BTW namaku Raven Ragnvald, panggil saja Raven" kata Raven memperkenalkan dirinya dan menanyakan nama panggilan pemuda yang baru datang itu.

Telat.
Semoga saja ia telat mengikuti kelas strategi. Dengan begitu, ia akan diusir untuk tidak mengikuti pelajaran― Ide tidak brilian yang terkesan bodoh, bukan? Guru sekolah mafia memangnya bisa se-normal itu dalam memberi detensi pada siswanya? Tentu saja tidak. Tapi Lunaire Ravel Mözartien tetap nekat melakukan aksinya. Mungkin orang yang jadi pengajarnya punya hati baik. Who knows.

Sumpah―Lune malas setengah mati jika harus ikut kelas strategi. Sejak kapan sih, Mafia beralih profesi menjadi forecaster?! Kalau bukan wajib, Lune pasti sekarang sedang berada di asramanya, mendominasi ruangan supaya wanita-sekamar-nya tidak bisa masuk.
Well―oke, jadi semua ini dilakukan demi bolos jam pertama. Lune berjalan menuju ruang kelas dalam tempo yang benar-benar pelan. Bayangkan saja orang mabuk jalan sempoyongan sambil berceloteh sendiri. Bedanya―Lune berjalan tegak dan ia tidak berceloteh, hanya saja mengomentari setiap benda yang dilewatinya. Misal―mari flashback sebentar―Lune meneriakkan kata F.. U---- *you know* saat ia sadar bahwa banyak sekali properti warna putih di sekolah ini. Lune benci putih.

Singkat kata, ia sudah berada didepan ruangan kelas. Didalam sepi sekali, dan pintunya terbuka sedikit. Sekaranglah saatnya! Dengan bunyi BRAK yang disengaja, Lune mendorong pintu amat-kasar. Ia sudah siap menerima cemooh dari murid lain―justru itu yang diinginkannya.

TAPI, TAPI. Pantas sepi, didalam baru ada tiga orang! (Plus seorang pemuda yang sepertinya guru) Hoooi, Lune tidak salah jadwal kan? Pelajaran belum dimulai sama sekali dan...... DUH!
Tahu begini, Lune takkan susah payah berjalan lambat-lambat bak kakek penderita osteophorosis. Sial sekali hari ini! Lune sungguh dalam kondisi bad-mood (anyway, bukannya Lune SELALU bad mood setiap waktu?)
Huft. Andai Lunar ada disini―

Nope, lupakan Lunar. Fokus pada rencana `melarikan diri` dulu.
Lune melangkah kesal, melewati gerombolan anak kelas empat―tanpa menoleh sedikitpun. Sepertinya mereka yang disana sudah saling kenal. Berarti Lune sendir..... Yeah, yeah, ia juga tahu kalau ia seperti nyamuk yang mengganggu!

---

OOC : Maaf kalau pendek atau ngaco atau salah deskrip
Saya lagi buru-buru DX

Anya melintasi koridor sekolah sambil melihat ke sekeliling. Kelas Strategy, ya itulah ruangan yang sedang ia cari. Sambil mencoba mengingat letak kelas yang tadi ia lihat di papan informasi, Anya terus berjalan.

"Dimana ya?" Gumamnya lagi sambil berkacak pinggang. 'Kalau tidak salah... Kelas yang ini kan?' Pikirnya dalam hati sambil menatap pintu kelas yang ada didepannya. Yup, tidak salah lagi! Ia ingat, inilah kelasnya.

Tak lupa mengetok pintu, ia pun masuk ke kelas tersebut. Didalamnya sudah ada lima orang, yang semuanya berjenis kelamin laki-laki dan ia tidak mengenal satupun orang-orang itu. Anya berkedip, sambil memandang kedalam kelas. Aah, yang didepan pasti gurunya. Kalau begitu... Apa Anya terlambat?

"Umm, pagi?" Sapanya singkat sebelum melangkah masuk menuju bangku kelas yang kosong.

"Ah, terima kasih atas informasinya, err... Tuan." Rieska hanya tersenyum dengan penuh terima kasih. "Ah, ya... Nama saya..." Rieska terdiam -- tidak, dia tidak akan memberikan nama aslinya. Ia hanya akan memberikan nama keluarganya -- ya, tepat sekali.

"...Nama saya Verriert. Senang bertemu dengan anda."

"Nda usah pake tuan. Cuman pake Colo, Colorante, atau Scuro." kata Colorante santai. "Verriert? Salam Kenal." kata Colorante sambil tersenyum dikit.

SRUT! DUAK!

Raven yang sedari tadi terkantuk-kantyk dengan tangan memangku dagu, langsung terpeleset sehingga dagunya itu dengan sukses langsung membentur permukaan meja mulus kelas Strategy itu...

"Aduh! Buset dah!" teriak Raven tidak sadar kalau dia sedang di kelas Strategy, setelah dia mengelus-elus dagunya sebentar karena masih sakit, dia memperhatikan bahwa pemuda yang menayapanya tadi adalah Scuro, dan pemuda yang mengajukan pertanyaan belum pernah dilihatnya, menurut Raven.

"Lho? Scuro? Oh iya ini di kelas ya.." balas Raven masih ngelindur sedikit.

"Mau saya cubit supaya lebih sadar? Daripada entar waktu pelajaran nglindur dan dimarahi sensei.

"Hah? Informasi apa?" tanya Raven ga mudeng karena tadi tidak mendengar pertanyaan pemuda itu.

"Hoo...namamu Verriert ya? Tapi itu nama keluarga kan? Supaya terasa dekat, boleh tahu nama panggilanmu tidak? BTW namaku Raven Ragnvald, panggil saja Raven" kata Raven memperkenalkan dirinya dan menanyakan nama panggilan pemuda yang baru datang itu.

"Ya ampun..." Kata Colorante sambil sweatdrop.

"Emangnya betul Verriert itu nama keluarga? Kalo saya sih nda apa2... mau nama keluarga, mau nama panggilan, it is okay... Lagipula namaku juga bukan nama asliku..." Colorante teringat kembali akan nama yang sebelumnya dipakainya.

"By the way, Namaku Colorante Scuro. Salam kenal (kalo belon kenal)."

Kemudian masuklah orang lain... Sepertinya dia lagi bad mood. Biarlah, entar aja nyapanya... nunggu bentar supaya kondisi jadi lebih baik.

"Umm, pagi?" Sapanya singkat sebelum melangkah masuk menuju bangku kelas yang kosong.

"Siapa itu? Belon pernah lihat..."

Rieska hanya tersenyum simpul -- bukannya ia tidak mau memberikan namanya, namun fakta bahwa namanya mirip dengan nama seorang wanita lah yang mengurungkan niatnya.Seperti biasa, ia hanya memeberikan nama panggilannya--sesumbang apapun kedengarannya.

"Koya. Kalian bisa memanggilku demikian. Salam kenal, Raven dan Scuro." Rieska hanya tersenyum. Koya--itulah nama yang ia buat sewaktu masih berumur 9 tahun; nama yang ia buat agar teman-temannya memanggilnya demikian. Ah, ibunya memang ada-ada saja--bagaimana bisa beliau menamakan anaknya dengan nama wanita?

Rieska pun menoleh ke arah 2 orang yang baru masuk ke dalam kelas. Salah satunya, seorang lelaki berambut biru, sepertinya dalam mood yang jelek (Rieska bisa menerka dengan baik, apalagi orang itu masuk dengan membanting pintu masuk). Rieska hanya mengangkat alis, sedikit heran.

'Apa masalahnya?'

Berpaling dari Lunaire, Rieska menoleh ke arah murid yang satunya--seorang gadis. Mengingat tata krama, terutama pada seorang wanita, sangatlah dijunjung bahkan dalam keluarganya, Rieska tersenyum pada sang gadis. "Pagi, nona."

Timeline: Sebelum Music Class

OOT:@Lunaire: Camille langsung kenal char anda karena sekamar ya, gpp kan? Kalo ga boleh ntar saya edit...

Kelas Strategy ya~~

Camille berjalan dengan ringan dan lincah sambil bergumam kecil ke kelas pertamanya di hari ini, kelas wajib Strategy Class. Akan bagaimana guru di kelas ini ya? Hmm..jadi tidak sabar melihatnya...(sebaiknya jangan melihatnya *ditabok Mamih*)

Dalam perjalanan menuju kelas berikutnya itu, Ele kembali mengingat teman sekamarnya, seorang lelaki yang yang sepertinya selalu dalam keadaan Bad Mood, tapi mau gimana lagi? Sekolah yang menentukan kelas tiap anak, jadi mau tidak mau Camille harus bersosialisasi dengan teman sekamarnya yang baru itu..

Sampai di depan kelas Strategi, Camille melihat ke dalam...sudah ada seorang gadis dan 5 orang pemuda yang salah satunya sepertinya adalah guru kelas itu.

"Bukankah itu Lunaire-kun?" batin Camille melihat teman sekamarnya yang sednag duduk dengan aura bad Mood-nya seperti biasa. Dia juga melihat Raven yang seperti biasanya juga, masih dalam keadaan terkantuk-kantuk.

"Hihi...Raven-kun masih ngantuk ya?" sapa Camille tersenyum melihat tingkah Raven yang tadi sempat terjatuh entah karena apa.

"Selamat pagi semuanya~" sapa Camille pada semua orang yang ada disitu. Dia pun kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Lunaire, tidak peduli bahwa pemuda itu sedang dalam keadaan Bad Mood.

"Lunaire-kun...apa masih Bad Mood?" tanya Camille memiringkan kepalanya dengan pose polos, menyapa Lunaire.

"Mau saya cubit supaya lebih sadar? Daripada entar waktu pelajaran nglindur dan dimarahi sensei.

"Eh....ga, makasih deh!" balas Raven tersenyum swt sambil garuk kepala yang sebenarnya sama sekali tidak gatal, mendengar dia mau dicubit.

"Ya ampun..." Kata Colorante sambil sweatdrop.

"Emangnya betul Verriert itu nama keluarga? Kalo saya sih nda apa2... mau nama keluarga, mau nama panggilan, it is okay... Lagipula namaku juga bukan nama asliku..." Colorante teringat kembali akan nama yang sebelumnya dipakainya.

"Hah? Memangnya nama aslimu tu apa?" tanya Raven iseng sudah mulai bisa mencegah rasa kantuknya.

"Koya. Kalian bisa memanggilku demikian. Salam kenal, Raven dan Scuro." Rieska hanya tersenyum.

"Baiklah Koya saja, kalau Verriert terlalu panjang sih" balas Raven tersenyum.

"Umm, pagi?" Sapanya singkat sebelum melangkah masuk menuju bangku kelas yang kosong.

"Hihi...Raven-kun masih ngantuk ya?" sapa Camille tersenyum melihat tingkah Raven yang tadi sempat terjatuh entah karena apa.

Raven menoleh melihat suara 2 orang gadis dan seorang pemuda yang sepertinya sedang dalam keadaan Bad Mood. Gadis yang satunya dia kenal, namanya Camille karena pernah se-famiglia dengannya 3 tahun yang lalu dan hubungan mereka sebagai teman lumayan akrab juga. Kalau dilihat-lihat, sekarang Camille sangat berubah dibandingkan 3 tahun yang lalu, dan sekarang dia pun sudha menjabat sebagai Guardian of Sun di Vongola.

"Selamat pagi juga! Siapa namamu nona?" tanya Raven asal ceplas-ceplos saja dan langsung nanya nama gadis itu (Anya) tanpa ragu2.

"Yow, Camille! Sudah lama tidak bertemu bagaimana kabarnya?" tanya Raven membalas senyuman Camille. Dia melihat Camille menempati tempat duduk di sebelah pemuda Bad Mood tadi. Sepertinya dia kenal dengan pemuda itu, dilihat dari Camille yang menyapanya.

Anya segera duduk disalah satu tempat duduk yang kosong. Ah, apa mungkin ia terlambat? Muridnya juga masih sedikit kok. Matanya menangkap pemandangan ruangan kelas. Didalamnya baru ada 6 orang, itupun termasuk dirinya.

Berpaling dari Lunaire, Rieska menoleh ke arah murid yang satunya--seorang gadis. Mengingat tata krama, terutama pada seorang wanita, sangatlah dijunjung bahkan dalam keluarganya, Rieska tersenyum pada sang gadis. "Pagi, nona."

Anya segera menengok kearah suara yang menyapanya, salah satu dari murid lelaki menyapanya sambil tersenyum. Anya mengangguk sambil tersenyum tipis seolah mengiyakan.

"Selamat pagi juga! Siapa namamu nona?" tanya Raven asal ceplas-ceplos saja dan langsung nanya nama gadis itu (Anya) tanpa ragu2.

"Mm.. Anya, Namaku Anya Nisselovich. Salam kenal." Katanya balik terhadap pemuda tersebut sambil tersenyum.

Kemudian masuk seorang murid lagi, kali ini perempuan. Kelihatannya ia sudah kenal dengan beberapa murid di kelas. Dia kemudian duduk dibelakang disebelah murid laki-laki berambut biru, yang kalau dilihat dari ekspresinya sih... Lagi bukan dalam mood yang bagus. Anya mengangguk lagi, sekarang kearah mereka berdua, seolah memberi salam.

Anya mengangguk lagi, sekarang kearah mereka berdua, seolah memberi salam.

Camille melihat salam gadis itu sehingga dia pun mengangguk disertai dengan senyum riangnya..kemudian tidak sengaja dia mendengar nama gadis itu...

"Mm.. Anya, Namaku Anya Nisselovich. Salam kenal." Katanya balik terhadap pemuda tersebut sambil tersenyum.

"Wai~~boleh aku panggil Anya saja kan? Namaku Camille, Camille Clairine Winfield, cukup Camille saja!" sahut Camille tersenyum polos atau lebih tepatnya riang?

"Yow, Camille! Sudah lama tidak bertemu bagaimana kabarnya?" tanya Raven membalas senyuman Camille.

"Baik2 saja kok! Bagaimana dengan Raven-kun sendiri? Apa Raven-kun masih melanjutkan latihan panah dan benang baja itu?" tanya Camille. Memang setahunya Raven berlatih olahraga panahan yang paling disukai Raven dan mengontorl benang baja karena itu adalah salah satu senajata Raven waktu itu. Entah sekarang sudah berganti atau tidak?

There, there
Lihatlah para anak kelas empat yang sedang berakrab ria itu. Mereka asyik *sigh* --bertukar nama panggilan. Rupanya semua yang ada disini adalah murid baru. Waw, hebat sekali mereka, bisa bersosialisasi segitu mudahnya. Lune saja perlu waktu berbulan-bulan untuk mendapat teman--yang sesuai dengan kriteria cocok dengannya. Jarang sekali ada orang yang mau menerima sifat Lune, kan? Hampir tidak ada malah. Apalagi dalam dunia komunitas lelaki yang dominan keras kepala. Jangan harap.
Tapi bukan berarti kaum wanita tidak lebih parah. Jaman sekarang, yang notabene dibentak sedikit langsung nangis. Bagaimana mungkin Lune bisa akrab dengan orang lain, kalau begini keadaannya? Sebenarnya.. bukan mustahil jika ’seandainya’ dia adalah Lunar. Atau-- paling tidak, mengubah kepribadiannya 180’? Sudahlah, mustahil.

Kesimpulannya, Lune tidak mau ikut-ikutan dengan mereka disana itu (yang sekarang bertambah satu). Toh, ia takkan diganggu jika tetap diam. Dengan begitu harinya di kelas strategi akan damai, semoga. Setidaknya itu harapan terakhir untuk sekarang. Sayangnya.. Lune tidak beruntung. Bencana besar baru saja datang. Mendekat... menyelinap ke dalam kelas.

Seorang gadis manis berambut coklat muncul, melangkahi ubin-ubin kelas dengan riangnya. Wajahnya terlihat begitu bahagia, bak baru mendapat hadiah liburan ke Hawaii. Ia menyapa tiap murid disana, seolah sudah lama kenal. Senyumnya mengembang tiap ia bicara, membuat suasana kelas dipenuhi dengan aura sweetie. Rasanya bukan orang asing bagi Lune. Belum pasti, sih-- karena hanya suaranya saja yang Lune kenal. N--no, semoga Lune salah orang.

Oh, noes. Kini gadis itu--diketahui bernama Camille--duduk disebelah Lune tanpa merasa bersalah. Ia memanggil Lune dengan embel yang bahkan Lunar-pun-tidak-pernah-lakukan, dan ia menanyakan mood Lune hari ini yang bahkan Lunar-pun-tidak-pernah-lakukan. Oke, Lune akhir-akhir ini begitu sering membandingkan gadis teman sekamarnya itu dengan Lunar, adiknya. Pasalnya, mereka begitu mirip. Sifat. Cara bicara. Bahkan struktur mata yang tidak berfungsi sebelah-pun. Tapi bukan berarti Camille jadi pengganti Lunar. Tidak akan ada yang bisa.

Lune tetap diam tak bergeming saat gadis itu menghampirinya. Sama saja ketika Camille menyapanya, Lune tidak menjawab. Mengertilah, ia sedang bingung. Harusnya berkata ’pergi kau’ sambil membuang muka-- bukan hal yang sulit, kan? Tapi, kali ini saja, ia merasa bersalah jika mengacuhkan gadis itu.
Ooh.. hei! Sejak kapan Lune jadi bersimpati begini! Jangan bilang ia sudah mulai sedikit bersikap terbuka terhadap orang lain. Singkirkan jauh-jauh hal itu.
Lune akhirnya membuka mulutnya, untuk mengeluarkan satu kalimat pendek sebagai jawaban dari pertanyaan Camille.

"..Huh!"

---

@Ari: Iyup, ga apa xD

"Eh....ga, makasih deh!" balas Raven tersenyum swt sambil garuk kepala yang sebenarnya sama sekali tidak gatal, mendengar dia mau dicubit.

"Iya deh..."

"Hah? Memangnya nama aslimu tu apa?" tanya Raven iseng sudah mulai bisa mencegah rasa kantuknya.

"Koya. Kalian bisa memanggilku demikian. Salam kenal, Raven dan Scuro." Rieska hanya tersenyum.

"Met kenal juga Koya-kun." Tumben sekali Colorante pake -kun....

"Mm.. Anya, Namaku Anya Nisselovich. Salam kenal." Katanya balik terhadap pemuda tersebut sambil tersenyum.

"Anya? Sorry tadi belon kenalan. Sekarang aja deh, Namaku Colorante Scuro. Boleh panggil Colo atau Scuro. Met kenal." kata Colorante sambil tersenyum dikit.

"Wai~~boleh aku panggil Anya saja kan? Namaku Camille, Camille Clairine Winfield, cukup Camille saja!" sahut Camille tersenyum polos atau lebih tepatnya riang?

"Ung? Camille-san? Masih inget ama aye? Itu loh yang waktu itu..."

--

OOT : by the way, Colorante nda pake topeng saat ini. Jadi muka aslinya keliatan! (cuman buat tambahan aja...)

"Met kenal juga Koya-kun." Tumben sekali Colorante pake -kun....

"Tak perlu memakai '-kun'. Koya saja cukup." Rieska membalas, masih tersenyum kecil. Jarang juga ada orang yang memanggilnya dengan suffix seperti itu.

Rieska hanya menyaksikan bagaimana Colorante dan Raven berkenalan dengan Camille... dan Anya Niselovich. Nisselovich... Rieska bersumpah pernah mendengar nama tersebut dari ayahnya. Raut wajahnya langsung mengerut -- alih-alih mengingat informasi mengenai 'Nisselovich', Rieska malah mengingat tampang sadistik ayahnya. Jujur, itu membuatnya mual.

Pandangannya terarah pada Lunaire. Rieska sebenarnya ingin berkenalan dengan pria tersebut. Bisa dibilang ia agak penasaran -- apa yang dilakukan orang itu, sendiri tanpa memperkenalkan diri? Mungkin saja ia sedang bad mood, namun...

Rieska tidak dapat berkomentar lebih, apalagi saat melihat perubahan sikap (meskipun hanya sedikit?) dari Lunaire ketika berbicara dengan Camille.

'Well... That was... awkward?'

Rieska hanya mengangkat bahu sebelum menarik beberapa buku dan pena -- kesan anak yang rajin? Mungkin sjaa. Namun, apa yang sebenarnya ingin ia lakukan?

"..Huh!"

Camille sudah terbiasa dengan sikap Lunaire yang seperti itu sehingga dia hanya tersenyum-senyum saja as usual....

"Lunaire-kun lagi ga mau diganggu ya? Tapi aku mau disini aja deh. Ga mengganggu Lunaire-kun kan?" tanya Camille tersenyum lebar.

Camille sekarang sudah berdiri tepat di depan Lunaire, menyentuh meja Lunaire dengan semangatnya, tidak peduli jika nanti Lunaire marah2...*ditabok PM Luna*

"Oh iya abis ini Lunaire-kun pelajaran apa? Nanti pulang malem ga ke Dorm?" tanya Camille santai yang mungkin Luna tidak terlalu suka karena mungkin masih belum terbiasa sekamar dengan gadis seperti Camille ini. Tapi Camille sendiri aja biasa2 aja, kenapa ga?

"Ung? Camille-san? Masih inget ama aye? Itu loh yang waktu itu..."

Camille menoleh mendengar pemuda yang kalau tidak salah bernama Colorante dan menatapnya bingung...

"Hmm..perasaan pernah melihat Colorante-kun waktu itu..tapi kayaknya waktu itu pake topeng deh~Jangan2 ini Colorante-kun ga pake topeng ya? Wow~keren lho Colorante-kun!" kata Camille ceplas-ceplos disertai tawa khasnya, tawa riang.

"Baik2 saja kok! Bagaimana dengan Raven-kun sendiri? Apa Raven-kun masih melanjutkan latihan panah dan benang baja itu?" tanya Camille. Memang setahunya Raven berlatih olahraga panahan yang paling disukai Raven dan mengontorl benang baja karena itu adalah salah satu senajata Raven waktu itu. Entah sekarang sudah berganti atau tidak?

"Yah..as usual..aku baik2 seperti biasa, hanya saja lebih sering ngantuknya dibanding dulu.." canda Raven tersenyum pada Camille.

"Latihan panah dan benang baja? Kalo panah masih sih..tapi kalo benang baja uda ga, soalnya sekarang uda ganti weapon..Camille-chan sendiri sekarang juga sudah ganti weapon kan?" balas Raven menanggapi pertanyaan Camille.

"Iya deh..."

"Haha! Makasih ya Colo!" ujar Raven tersenyum jahil.

"Hmm..perasaan pernah melihat Colorante-kun waktu itu..tapi kayaknya waktu itu pake topeng deh~Jangan2 ini Colorante-kun ga pake topeng ya? Wow~keren lho Colorante-kun!" kata Camille ceplas-ceplos disertai tawa khasnya, tawa riang.

"Hah? Memangnya Colo pernah ga pake topeng? Wah..jadi pingin liat..." kata Raven yang emang ga pernah liat ato emang ga perhatiin karna kerjaannya kebawa ngantuk terus.

Raven lalu melihat Camille berbicara dengan lancarnya pada Lunaire...

"Wew! Hebat juga Camille! Ternyata mereka sekamar toh? Yah..sama juga denganku yang sekamar dengan 2 wanita sih..haaahh...'' batin Raven menghela nafas panjang mengingat dia sekamar dengan dua gadis.

ooteh: joh kok jadi aye yg ditinggalin?

=======

Lah, ditinggal bengong sebentar yang datang sudah banyak. Dan kebanyakan laki-laki. Maklum sih, namanya juga sekolah mafa, jadi emang kenapa kalau isinya kebanyakan laki-laki? Ga masalah juga sih, paling tidak untuk Skeil yang lbih menyukai anak perempuan yang menurutnya.... lebih bisa berkonsentrasi, mungkin? Tapi dalam pelajarannya akan banyak praktek. Yah, yang manapun sama sajalah.

Skeil melirik-lirik daftar murid kelas 4 yang ia pegang. Yang pertama datang, Colorante Scuro, pemuda bertopeng yang sepertinya sekarang sedang tidak dalam mode memakai topeng, lalu Raven Ragnvald. Hmm... Sepertinya tidak bermood masuk ke kelas ya, anak muda? Lihat saja nanti, Khukukuku.... Lalu, Rieska Verriet --yang entah kenapa tampangnya seperti Vongola Primo--. Pemuda yang sepertinya selalu menunjukan ekspresi: buat apa gue ke sini? mendingan tidur di kamar atau bermain dengan hiu, F*CK! *digabog*. Namanya... Lunaire R. Mozartien...?

And let's see.. Akhirnya ada anak perempuan yang masuk ke kelas. Anya Nisselovich dan Camille apalahnamanyaitu. Kedatangan kedua gadis itu entah kenapa membuat suasana segar dari kelas yang penuh laki-laki itu. Kenapa, cowok? Protes? Kalo ga gitu artinya anda sekalian homo, dong? ()

"Nah, sepertinya sebagian besar sudah hadir," yep. akhirnya ia berbicara juga. Lucu deh mendengarkan apa yang sejak tadi dibicarakan oleh para pemuda-pemudi di depannya itu. Rasanya seperti....kembali jadi muda? (lah ngaco aja lu).
"Mungkin 2 jam ini kita mulai dengan perkenalan saja? Dan karena sepertinya kalian sudah saling kenal dan saya juga tahu nama kalian satu persatu, apa boleh saya berubah pikiran dengan memulai pelajaran strategi kita yang pertama?" katanya, berbelit. Kalau mau jujur ia sendiri tidak mau memulai di jam pertama begini. Tapi situasi tidak mengatakan demikian. Yah... Lihat saja nanti.

===

ooteh: yang mau langsung belajar, ngacung! *shot*

"Tak perlu memakai '-kun'. Koya saja cukup." Rieska membalas, masih tersenyum kecil. Jarang juga ada orang yang memanggilnya dengan suffix seperti itu.

"Ok dah..."

"Hmm..perasaan pernah melihat Colorante-kun waktu itu..tapi kayaknya waktu itu pake topeng deh~Jangan2 ini Colorante-kun ga pake topeng ya? Wow~keren lho Colorante-kun!" kata Camille ceplas-ceplos disertai tawa khasnya, tawa riang.

"Ah... Iya. Kalo dingin2 biasanya aku sering ngelamun terus nabrak. Supaya nda benjol kalo nabrak, jadi pake dah tuh topeng." kata Colorante sambil garuk2 belakang kepala tersipu sipu. Jarang ada cewek yang bilang kayak gitu kecuali 'dia'.

"Hah? Memangnya Colo pernah ga pake topeng? Wah..jadi pingin liat..." kata Raven yang emang ga pernah liat ato emang ga perhatiin karna kerjaannya kebawa ngantuk terus.

"Anu... Raven-san. Ini udah nda pake topeng..." kata Colorante sambil sweatdrop gara2 efek ngantuk pada Raven ini.

"Nah, sepertinya sebagian besar sudah hadir," yep. akhirnya ia berbicara juga. Lucu deh mendengarkan apa yang sejak tadi dibicarakan oleh para pemuda-pemudi di depannya itu. Rasanya seperti....kembali jadi muda? (lah ngaco aja lu).
"Mungkin 2 jam ini kita mulai dengan perkenalan saja? Dan karena sepertinya kalian sudah saling kenal dan saya juga tahu nama kalian satu persatu, apa boleh saya berubah pikiran dengan memulai pelajaran strategi kita yang pertama?"

"Anu sensei. Kalo boleh nanya, pelajaran strateginya tentang apa?"

"Anu... Raven-san. Ini udah nda pake topeng..." kata Colorante sambil sweatdrop gara2 efek ngantuk pada Raven ini.

"Haha! Iya juga ya! Tapi yang versi pake topeng kayak gimana ya?" tanya Raven tertawa santai seakan-akan tidak salah aja, padahal jelas2 dia ga inget tentang Colo yang pake topeng *swt*.

"Nah, sepertinya sebagian besar sudah hadir," yep. akhirnya ia berbicara juga. Lucu deh mendengarkan apa yang sejak tadi dibicarakan oleh para pemuda-pemudi di depannya itu. Rasanya seperti....kembali jadi muda? (lah ngaco aja lu).
"Mungkin 2 jam ini kita mulai dengan perkenalan saja? Dan karena sepertinya kalian sudah saling kenal dan saya juga tahu nama kalian satu persatu, apa boleh saya berubah pikiran dengan memulai pelajaran strategi kita yang pertama?"

"Eh? Masa langsung pelajaran?! Jangan dong sensei! Saya juga belum tahu nama sense...!" kata Raven protes, cape de..masa murid protes sama guru? *dihajar*

"Haha! Iya juga ya! Tapi yang versi pake topeng kayak gimana ya?" tanya Raven tertawa santai seakan-akan tidak salah aja, padahal jelas2 dia ga inget tentang Colo yang pake topeng *swt*.

"Entar aja aku tunjukin deh. Biasanya kalo sore sampe malem sebelum tidur, dipake topengnya. Kalo pagi sampe siang, dilepas." kata Colorante menerangkan hal2 tentang topeng item misteriusnya itu...

"Eh? Masa langsung pelajaran?! Jangan dong sensei! Saya juga belum tahu nama sense...!" kata Raven protes, cape de..masa murid protes sama guru? *dihajar*

"Iya juga ya. Kami udah tau nama masing2, tinggal sensei aja yang belon ngomong sapa namanya." Colorante manggut2 setuju dengan kata2 Raven.

"Yah..as usual..aku baik2 seperti biasa, hanya saja lebih sering ngantuknya dibanding dulu.." canda Raven tersenyum pada Camille.

"Latihan panah dan benang baja? Kalo panah masih sih..tapi kalo benang baja uda ga, soalnya sekarang uda ganti weapon..Camille-chan sendiri sekarang juga sudah ganti weapon kan?" balas Raven menanggapi pertanyaan Camille.

"Hihi..Raven-kun penyakit 'ngantuknya' belum sembuh2 ya?"balas Camille tertawa mendengar perkataan raven yang lucu mengenai kebiasaan ngantuknya itu.

"Ohh...berarti sekarang diganti senjata apa Raven-kun? Iya, aku ganti semenjak aku menempati jabatan ini..." kata Camille menunjukkan 'Yoru no Tenshi'-nya yang sekarang dilipat pendek, jadi bisa dimasukkan ke kantong.

"Ah... Iya. Kalo dingin2 biasanya aku sering ngelamun terus nabrak. Supaya nda benjol kalo nabrak, jadi pake dah tuh topeng." kata Colorante sambil garuk2 belakang kepala tersipu sipu.

"Wah~Colorante-kun punya kebiasaan yang unik yah~tapi kalau seperti itu memang topeng itu berguna juga ya, dibeli dimana tuh topeng keren kayak gitu?" tanya Camille tersenyum melihat eskpresi Scuro.

Pas lagi asyik2nya ngobrol dengan teman2 barunya itu, tiba2 guru kelas yang sedari tadi diam saja itu mau memulai pelajaran, Raven dan Scuro pun protes sedikit pada guru itu..

"Sensei~~hari ini kita bersenang-senang saja dulu!" kata Camille ceplas-ceplos mengacung-acungkankan tangan kanannya tapi bukan untuk belajar *ditabok*