Italian Class - Welcome eh, Fifth Grade.

Huh, saatnya mengajar?

Pukul 09.23, masih pagi menjelang siang. Sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, Ren melangkah dengan terpaksa. Yeah, terpaksa. Kenapa dia harus menjadi guru dan terlebih lagi.. mengajar kelas lima? Huh, mereka tidak lebih dari anak-anak bandel yang susah diurus. Yah, kira-kira begitu tanggapan Ren. Anak berandalan, susah diatur, tukang cari ribut, dan sebagainya. Cih, siapa sih yang menyusun jadwal ini? Kepala sekolah, Hidekazu Kaishou? Jika memang iya, lihat saja nanti. Mungkin dia harus siap memakai pelindung di pantatnya karena Ren akan menendang bokong sang kepala sekolah dengan senang hati.

Nah, nah sekarang saatnya bersiap dan menunggu kedatangan murid-murid berandalan itu kan? Atau mungkin ada yang sangat rajin dan sudah duduk di kelas itu menunggu kedatangan guru cuek ini? Yah, mungkin saja kan? Cuek huh? Yah, palingan kalian harus siap menerima tugas tanpa penjelasan panjang lebar dari pemuda satu ini. Sayang sekali, padahal umur mereka tidak terlalu jauh dari Ren, sangat disayangi.

GRAK!

Ren membuka pintu ruang kelas dengan kasaranya. Mata ungunya melirik ke seisi ruangan. Kosong. Seperti dugaan, anak kelas kelima memang malas-malas. Yah, siapa juga yang mau menerima pelajaran bahasa Italia secara umur mereka sudah menginjak 20 tahunan? Memangnya kalian anak kecil aka anak esde yang masih perlu belajar mengeja i-bu, ibu. Begitu? Hahaha, tertawalah Ren, tertawalah. Kau tidak lebih dari pemuda yang akan mengajarkan bagaimana mengeja ma-kan, makan. "Haaah..." Ren menghela nafas dan kemudian melangkah menuju mejanya setelah menutup pintu tidak terlalu rapat. Buku dan bahan-bahan yang diperlukan untuk mengajar sudah disiapkan di sana dan diletakkan di mejanya begitu saja.

Bukannya duduk, Ren justru melangkah ke arah jendela dan membukanya. Menatap keluar. Langit. Ah, langit.. Tidak ada salahnya melamun sebentar menunggu kedatangan muda-mudi itu kan? Ngomong-ngomong hari ini kan 14 Februari. Valentine eh? Bukankah ada acara dansa malam ini? Bagaimana yah, apakah Ren perlu menyiapkan kejutan untuk istrinya tercinta dan anaknya tersayang? Hoo, pemuda cuek ini masih bisa perhatian pada keluarga eh? Yah, begitulah. Mungkin lebih baik pikirkan masalah itu nanti, sekarang nikmatilah langit biru itu terlebih dahulu di temani oleh angin yang sejak tadi bertiup sepoi-sepoi, mengibaskan rambutnya yang lebih panjang sejaki 3 tahun yang lalu.

Nah, nah. Kira-kira berapa murid yang akan datang? Ren mempertajam pendengarannya. Let's see... Who the first?

Timeline : Setelah dari 'Need for Medicine'
---
Siren berjalan agak cepat ke kelasnya. Sebisa mungkin, ia tidak mau sampai terlambat lagi seperti saat ia datang ke Opening Ceremony pagi tadi. Ia sudah mengganti jasnya dengan jas yang baru, supaya terlihat sedikit lebih rapi.

"Buongiorno," sapanya pelan sambil memasuki kelas. Dilihatnya ada seseorang dengan rambut keperakan sedang berdiri di depan jendela.

"Permisi, apakah Anda gurunya?" tanya Siren dengan bahasa Italia yang fasih, karena bagaimanapun, ia adalah orang Italia asli.

Tiga detik lagi...

Nah, benar kan? Muncul seseorang dari balik pintu. Murid pertama, betapa beruntungnya. Sapaan dari pemuda yang baru datang itu membuyarkan lamunan Ren sejenak tadi. Ah, tidak mungkin memulai pelajaran dengan satu orang murid saja kan?

"Permisi, apakah Anda gurunya?"

Ren tersenyum jahil. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celananya dan dengan langkah perlahan mendekati pemuda itu. "Bukan." jawabnya singkat. Hey, hey. Kau tidak punya mata heh bocah bandel? Atau penglihatanmu saat ini kurang baik? Mungkin seharusnya dia membawa pantat botol susu untuk memperjelas penglihatannya. Masih dengan senyum misterius yang jarang diperlihatkannya, Ren mendekatkan wajahnya pada wajah pemuda itu kemudian berbisik, "Menurutmu apakah aku guru atau bukan?" tanyanya kembali. Jangan terkejut jika memang guru yang akan mengajar kalian tidak lebih tua 5 tahunan.

"Hmph." Ren membelikkan tubuhnya dan berjalan ke arah mejanya. Tangan kananya mengambil sebuah buku laporan. "Siren?" tanyanya singkat. Dengan perlahan pemuda ini menutup buku laporan tadi dan kembali menatap pemuda di hadapannya yang hanya 2 tahun lebih muda dari Ren. "Nah, nah. Mungkin sebaiknya kita 'bermain' terlebih dulu sambil menunggu kedatangan murid lain?" ajaknya.

Siren baru memperhatikan letak badge di jas pria itu. Ternyata memang guru. Dan sepertinya si guru itu sebel juga ditanyai begitu oleh Siren. Namanya juga ambil aman, daripada dia salah posisi melulu, toh usia siswa-siswi di fifth grade tidak selisih jauh dengan usia gurunya.

Si guru itu pun mengajak Siren untuk 'bermain', entah apa maksudnya. Tapi Siren langsung masuk ke blo'on mode untuk menghindari pikiran aneh-aneh masuk ke otaknya.

"Waduh, Pak, kalo guru main sama murid bukannya malah dikira murid juga ya?" jawab Siren sambil senyum-senyum blo'on nan innocent.

Timeline: after some event ????

Suara riuh dua orang pria muncul dari lorong kelas yang sepi

"TIDAK..... AKU TIDAK MAU MASUK KELAS, AKU AKAN MEM...... *Pletak Jduk Bam 2* terdengar suara pukulan yang cukup nyaring"
"Kau tetap harus masuk kelas adik kecil^^" suara yang cukup lembut tapi tetap bernada bijak terdengar cukup jelas hingga kedalam kelas
"........." tidak terdengar jawaban dari pria pertama yang berteriak barusan

Pintu terbuka
"Maaf terlambat....*bow* Saya Marco baru saja datang" dia tersenyum sopan kepada dua orang yang berada didalam kelas itu

"Maaf bolehkah aku duduk di kursiku sekarang?" ia tidak menyadari bahwa dua orang yang dia sapa barusan sedang mengamati sesuatu ditangan kanannya. sesosok tubuh yang tampaknya sedang mencoab untuk berontak

"Yah ada apa ?" ia masih belum menyadari tatapan kedua orang itu



PS: wa bawain si Hokuto kedalam kelas nih ^^ udah janjian soalnya sama dia (Hokuto) sebelumnya V^^

OOT:@Marco: Thx! Tapi Hoku kan ga tidur=))

Hoku memberontak ketika Marco menariknya untuk pergi ke kelas selanjutnya. Gile aja! Tadi niat bolos malah masuk kelas! Sekarang mau bolos juga malah ditarik ke kelas lagi!

"Lepasin Marco!!! Aku ga mau masuk kelas!! Lagian kan uda lancar bahasa Itali ini! Eh, ntar aku serang dengan senjataku lho!" ancam Hoku yang tentu saja tidak serius (mungkin?)

Tapi apa daya? Marco lebih jangkung darinya. Dan tidak seperti biasanya, entah kenapa Hoku kali ini tidak terlalu memberontak (walopun tidakl terlihat seperti itu). Maksudnya kalo Hoku yang biasanya pasti akan tidak segan2 melukai atau menyerang orang yang memaksanya seperti ini. Mungkin karena Marco secara tidak langsung terlihat seperti adiknya yang super galak itu?

Akhirnya Hoku pun masuk ke kelas Itali itu...

"Haah....aku mau bolos...cape tau belajar terus!" protes Hoku ke arah Marco. Hoku yang ngambek pun lalu langsung mengambil tempat duduk di barisan paling belakang dan memangku tangannya, ngambek dan mengumpat-umpat. (maaf ya Marco!)

Dilihatnya ada 2 orang pemuda yang salah satunya sepertinya adalah guru kelas Itali itu, tapi Hoku tidak sempat melihatnya karena sibuk menggeliat dari tarikan Marco..

"Hee....? Yang guru itu kok perasaan agak mirip guru kelas mana ya..kalau tidak salah Jepang gitu?" batin Hoku menatap selidik guru Itali itu.

"Lain kali jangan menarikku seperti ini lagi atau kita akan battle!" ancam Hoku ke arah Marco yang mempunyai jabatan sama dengannya, sotto capo.

"Guten Taaaaag~"

Seusai entri Marco dan Hokuto yang bisa dibilang wah, seorang murid pun turut masuk kelas. Schubert von Edelmann bahkan tidak sadar bahwa kata-katanya tadi bukanlah dalam bahasa Italia. Ah, tapi apakah ia peduli? Ia sendiri juga anak dari seorang mafia berkebangsaan Jerman; agak wajar kalau perkenalan saja memakai bahasa Jerman bukan?

"Eh, salah... Bonjour ne~!"

...Ah, ternyata ia tahu bahwa sekarang jam pelajaran bahasa Italia.

Setelah menyelesaikan masalahnya dengan Verriert [red: ayah Rieska] menyoal salah jadwal, Schubert sangat yakin bahwa ia memang masuk kelas yang benar. Dan hey! Tak hanya kelas yang benar, ia juga menemukan... Er... 'rekan-rekannya'. Matanya segera menyorot Hokuto dan Marco.

"Ohoo! Marco dan..." Keningnya mengerut melihat Hokuto -- jelas-jelas ia lupa siapa pria yang satu lagi, meskipun ia yakin kalau dia [Hokuto] juga seorang Sotto Capo. Schubert nyengir, awkwardly.

"Etto... Kamu siapa? Aku yakin kau seorang Sotto Capo juga.. '__'"

Schubert sepertinya tampak terlalu oblivious untuk menyadari keberadaan 2 orang lainnya.

---

OOT: Mau menyinggung masalah di kelas Sains menyoal Schubert? Silakaaaan...

OOT:@Schubert: Oh? Boleh? *evilsmile* *digaplok*

"Eh, salah... Bonjour ne~!"

Hokuto memperhatikan ada seorang pemuda lagi yang datang. Sepertinya pemuda itu pernah dilihat sebelumnya? (ya iyalah uda pernah dilihat! Dia kan yang salah masuk kelas pas kamu di kelas Science itu buoddoohh!! *dihajar Hoku). Mohon dimaklumi karena Hokuto itu, seperti yang sudah sering saya katakan, tidak suka mengingat hal yang tidak penting untuknya apalagi tadi dia sedang dalam kondisi Bad Mood karena tidak bisa bolos (sekarang juga sih *swt*).

"Ohoo! Marco dan..." Keningnya mengerut melihat Hokuto -- jelas-jelas ia lupa siapa pria yang satu lagi, meskipun ia yakin kalau dia [Hokuto] juga seorang Sotto Capo.

"Etto... Kamu siapa? Aku yakin kau seorang Sotto Capo juga.. '__'"

Hokuto melihat pemuda itu menatapnya dengan pandangan yang sepertinya heran bercampur bingung dan benar saja, sesaat kemudian pemuda itu menanyakan dirinya...

"Apa? Tega nian kau melupakan daku?!Hah? Kamu sendiri siapa? Aku memang sotto capo lalu kenapa? Ngajak battle?! Dari omonganmu barusan sepertinya kamu juga seorang sotto capo ya.." balas Hoku masih dengan tampang dan gaya malas2an, tapi apabila pemuda itu memang mengajaknya 'battle' (ga mungkinlah....*ditabok Hoku*) dia sudah siap dengan 'Killian'2nya yang ada di sakunya sekarang.

Cat: Killian itu senjata Hokuto... Click This…https://vongola-indo.aforumfree.com/approved-f27/hokuto-erilliano-t734.htm?sid=b79c02ce8cf9b3bc34ed46893380d5e3

Schubert berkedip beberapa kali--Ia merasa pernah memperkenalkan diri kepada Hokuto dan Marco. Namun, Ia sendiri teringat kembali pertemuan mereka: Schubert tidak sempat memperkenalkan diri. Sotto Capo Hare tersebut hanya tertawa.

"Ah, ya.. Aku memang lupa memperkenalkan diri terakhir kali. Ich bin Schubert von Edelmann! Senang bertemu denganmu..." Schubert terdiam sebentar. Barulah terbesit sebuah nama yang tertulis di sebuah kertas data lengkap dengan foto pria yang ada di depannya--Hokuto Erilliano, Sotto Capo Arashi.

"AH! Sotto Capo Arashi! Baru pertama kali kita bertemu bukan?" Schubert hanya nyengir.

---

OOT: buru2! Swt...

OOT: Kok double post?

Sotto Capo Hare tersebut hanya tertawa.

"Ah, ya.. Aku memang lupa memperkenalkan diri terakhir kali. Ich bin Schubert von Edelmann! Senang bertemu denganmu..." Schubert terdiam sebentar.

"Schubert ya...aku Hokuto Erilliano, panggil saja Hoku/Hokuto.." balas Hoku masih menjawab dengan malas.

Tapi sepertinya perkenallan namanya itu tidak terlalu perlu lagi karena sepertinya pemuda bernama Scubert itu tiba2 mengingat sesuatu dilihat dari eskpresinya dan benar saja...

"AH! Sotto Capo Arashi! Baru pertama kali kita bertemu bukan?" Schubert hanya nyengir.

"Heh? Sapa yang sotto capo arashi?" kata Hoku pertama ga mudeng tapi baru menyadari kalau itu mungkin adalah dia.

"Oh..aku toh...iya kita memang baru pertama kali bertemu..terus kenapa?" tanya Hoku bingung yang mungkin bukan bingung tapi malah ga konek sama ucapan Schubert *dihajar*

OOT: @hoku: koneksi error, begitulah jadinya = =a

---

"BAGUS! Kalau begitu aku tidak salah orang!" Sekali lagi, Schubert nyengir dengan gembira. "Senang berkenalan denganmu.. Yah, meskipun kita sudah bertemu sebelumnya."

"Ah. Aku tak salah kelas lagi kan? Maksudku, sekarang kelas bahasa Itali untuk kelas 5 bukan?" Schubert hanya manggut-manggut. Bagaimana pun juga, ia hampir tidak mengenal guru-guru di sekolah ini -- kenal muka, mungkin iya. Namun, bagaimana ia bisa tahu guru-guru yang akan mengajarnya kecuali guru-gurunya memperkenalkan diri terlebih dahulu?

"BAGUS! Kalau begitu aku tidak salah orang!" Sekali lagi, Schubert nyengir dengan gembira.

"Hah? Kamu aneh ya..ato bisa dibilang unik..." balas Hoku tertawa melihat kelakuan teman barunya yang aneh itu.

"Senang berkenalan denganmu.. Yah, meskipun kita sudah bertemu sebelumnya."

"Emang kapan kita ketemu? *dihajar Schubert*" tanya Hoku sudah selesai tertawa dan sekarang memasang tampang 'segalanya ga penting' di wajahnya yang bener2 eror otaknya.

"Ah. Aku tak salah kelas lagi kan? Maksudku, sekarang kelas bahasa Itali untuk kelas 5 bukan?" Schubert hanya manggut-manggut.

"Iya kali? Aku kan ditarik kesini sama dia...haah..padahal aku mau bolos gara2 guru IPA sialan tadi menghentikanku untuk bolos..." ucap Hoku menunjuk Marco dan mengeluhkan rencananya yang gagal terus mau bolos. Nasib2..makanya jangan maunya bolos terus Hoku! 3 tahun yang lalu kamu dikeluarkan dari sekolah kan karena tawuran juga..padahal otak lu tuh pinter tauk! *dibantai Hoku*

"Yap, dan aku sendiri yang melihatmu digeret masuk ke kelas ini tadi, Hokuto." Schubert hanya tertawa kecil sebelum berpaling ke arah Marco, yang tampaknya tertinggal dari pembicaraan.

"Yo, Marco! Gimana kabar Nuova, he? Kau tahu? Terakhir kali aku dibonceng olehnya, dia hampir membuatku terlempar ke jalan. Tapi tetap saja, semua itu MENYENANGKAN!" Schubert keburu ceplas-ceplos menceritakan bagaimana ia diantar ke suatu kafe oleh 'adik' Marco. Lucu sebenarnya, apalagi ketika Schubert menceritakan sesuatu yang mengerikan dengan penuh semangat yang membara dan sifat hiperaktif yang tampaknya tidak hilang, bahkan setelah setengah hari berlalu.

OOT: perbincangan kalian berdua wa ringkas yah , hmm... here i go

"Lain kali jangan menarikku seperti ini lagi atau kita akan battle!" ancam Hoku ke arah Marco yang mempunyai jabatan sama dengannya, sotto capo.

Marco hanya tersenyum cuek

"Ohoo! Marco dan..." Keningnya mengerut melihat Hokuto -- jelas-jelas ia lupa siapa pria yang satu lagi, meskipun ia yakin kalau dia [Hokuto] juga seorang Sotto Capo. Schubert nyengir, awkwardly.

"Etto... Kamu siapa? Aku yakin kau seorang Sotto Capo juga.. '__'"

Hokuto melihat pemuda itu menatapnya dengan pandangan yang sepertinya heran bercampur bingung dan benar saja, sesaat kemudian pemuda itu menanyakan dirinya...

"Apa? Tega nian kau melupakan daku?!Hah? Kamu sendiri siapa? Aku memang sotto capo lalu kenapa? Ngajak battle?! Dari omonganmu barusan sepertinya kamu juga seorang sotto capo ya.." balas Hoku masih dengan tampang dan gaya malas2an, tapi apabila pemuda itu memang mengajaknya 'battle' (ga mungkinlah....*ditabok Hoku*) dia sudah siap dengan 'Killian'2nya yang ada di sakunya sekarang.

"Ah, ya.. Aku memang lupa memperkenalkan diri terakhir kali. Ich bin Schubert von Edelmann! Senang bertemu denganmu..." Schubert terdiam sebentar.

"Schubert ya...aku Hokuto Erilliano, panggil saja Hoku/Hokuto.." balas Hoku masih menjawab dengan malas.
rant2 bla2 cas cis cus......

("Tampaknya mereka berdua benar2 cocok untuk saling berteman satu sama lain, huh *menghela napas* saya Nuova tidak ada disini >

"Yo, Marco! Gimana kabar Nuova, he? Kau tahu? Terakhir kali aku dibonceng olehnya, dia hampir membuatku terlempar ke jalan. Tapi tetap saja, semua itu MENYENANGKAN!" Schubert keburu ceplas-ceplos menceritakan bagaimana ia diantar ke suatu kafe oleh 'adik' Marco. Lucu sebenarnya, apalagi ketika Schubert menceritakan sesuatu yang mengerikan dengan penuh semangat yang membara dan sifat hiperaktif yang tampaknya tidak hilang, bahkan setelah setengah hari berlalu.

"Yah Schubbert dia baik2 saja, semoga dia tidak terlalu merepotkanmu seperti pria ini *ia menunjuk Hokuto dengan cueknya* dia itu sedikit banyak mengingatkanku dengan sesorang yang kukenal.... *tersenyum sekilas* btw aku akan mencari tempat duduk terlebih dahulu, kalau kalian masih ingin mengobrol silahkan saja?" ia memandang keduanya

Wew, kenapa mendadak kelasnya jadi rame begini? Dan sepertinya orang-orang yang baru masuk itu semuanya saling kenal, dan langsung ngobrol dengan enaknya satu sama lain. Too bad, Siren tidak terlalu kenal mereka. Ia memang sering malas berkenalan dengan orang. Anggota Famiglia nya sendiri saja dia belum hafal, padahal dia adalah Sotto Capo, orang yang seharusnya hafal paling tidak seperenam dari anggota keluarganya.

"Hei, Pak Guru, kelas sudah mulai ramai, tuh... nggak mulai aja pelajarannya? Atau... masih tertarik untuk 'main' denganku?" tanya Siren dengan nada rendah kepada gurunya itu, sambil tersenyum agak misterius.

Yap, dia bosan. Terlalu banyak orang yang ribut dan heboh ngobrol. Terlebih lagi kelihatannya 'teman-teman' sekelasnya itu masih kekanakan, meski usia sudah masuk kepala 2.

"Hei, Pak Guru, kelas sudah mulai ramai, tuh... nggak mulai aja pelajarannya? Atau... masih tertarik untuk 'main' denganku?" tanya Siren dengan nada rendah kepada gurunya itu, sambil tersenyum agak misterius.

Marco menatap murid baru tersebut, meskipun dia masih mendengarkan kedua orang yang tadi berbicara dengannya masih asik ngobrol. Dia tertarik melihat orang yang muncul tersebut ("Hmm... Tampaknya pria itu... *dia memegang dagunya*)

"Yap, dan aku sendiri yang melihatmu digeret masuk ke kelas ini tadi, Hokuto." Schubert hanya tertawa kecil sebelum berpaling ke arah Marco, yang tampaknya tertinggal dari pembicaraan

"Lalu kenapa? Aku kan memang ga mau masuk ke kelas..si Marco sialan (sori!) aja yang geret aku kesini.." kata Hokuto tiba2 kesal lagi teringat dia ga bisa bolos terus hari ini.

"Yah Schubbert dia baik2 saja, semoga dia tidak terlalu merepotkanmu seperti pria ini *ia menunjuk Hokuto dengan cueknya* dia itu sedikit banyak mengingatkanku dengan sesorang yang kukenal.... *tersenyum sekilas* btw aku akan mencari tempat duduk terlebih dahulu, kalau kalian masih ingin mengobrol silahkan saja?" ia memandang keduanya

"Heh? Ngapain nunjuk2?! Minta dihajar?!" kata Hoku marah2 ga jelas sama Marco yang nunjuk2 dia dengan cueknya.

"Seseorang? Siapa? Aku uda duduk dari tadi kan? Aku mau disini saja...kalo disini siapa tau bisa tidur ato bolos diem2.." kata Hoku yang sedari tadi memang uda duduk di barisna paling belakang dan tertawa jahil merencanakan hal yang ga bener itu.

"Hei, Pak Guru, kelas sudah mulai ramai, tuh... nggak mulai aja pelajarannya? Atau... masih tertarik untuk 'main' denganku?" tanya Siren dengan nada rendah kepada gurunya itu, sambil tersenyum agak misterius.

Tiba2 pemuda yang datang paling awal dan sednag ngobrol berdua dengan asyiknya sama guru kelas Itali itu akhirnya ngomong juga...

"Geh! Mau dimulai?! Yang benar saja?! Haah..malas.." gumam Hoku mengeluh terus. Dia tidak mengenal nama pemuda itu karena memang dari tadi asyik ngobrol sama Schubert dan marco tapi mau kenalan ato ga, sama aja kan? Ga penting bagi Hoku *dibantai sama semuanya*

"Geh! Mau dimulai?! Yang benar saja?! Haah..malas.." gumam Hoku mengeluh terus.

"Ayolah, Hokuto! Bahasa Italia tak mungkin seburuk itu bukan? Maksudku, palingan cuma disuruh belajar struktur atau menulis--bagaimanalah itu." Schubert yang mendengar keluhan Hokuto merespon dengan relatif cepat. Pria tersebut masih nyengir--antusiasmenya terhadap pelajaran ini tampak tak terhingga, huh?

Tapi mau bagaimana lagi--dialah Sotto Capo Hare.

Schubert pun mengambil kursi kosong di belakang Hokuto dan duduk dengan santai. Tentunya, pria tersebut masih memikirkan sopan santun -- ya, itu harus.

"Ayolah, Hokuto! Bahasa Italia tak mungkin seburuk itu bukan? Maksudku, palingan cuma disuruh belajar struktur atau menulis--bagaimanalah itu." Schubert yang mendengar keluhan Hokuto merespon dengan relatif cepat.

"Bukan bahasanya yang kupermasalahkan..tapi belajarnya! Aku paling tidak suka mikir, titik!" balas Hoku keras kepala masih berpegang teguh pada pendiriannya untuk tidak belajar. Hokuto itu paling tidak suka yang membuatnya untuk mikir2 sih=))

Pria tersebut masih nyengir

Schubert pun mengambil kursi kosong di belakang Hokuto dan duduk dengan santai.

Hokuto melihat Schubert mengambil tempat duduk di belakangnya....bagaimana dengan Marco? Entahlah, urusan belajar saja sudah cukup untuk membuatnya pusing (Hokuto pusing? Ga mungkin!!! *dihajar Hoku*)

"Bukan bahasanya yang kupermasalahkan..tapi belajarnya! Aku paling tidak suka mikir, titik!"

Schubert berkedip beberapa kali mendengar, sekali lagi, keluhan Hokuto Erilliano. Cengirannya perlahan bertambah lebar, sebelum dirinya mengikik. "Kalau begitu, mudah! Tak usah belajar!"

...Secara tidak langsung, Schubert malah menyatakan bahwa 'membolos' sama dengan 'baik'.

"Tapi, kalau tak ikut belajar..." Schubert bepaling ke arah Marco dan tersenyum membayangkan apa jadinya nanti. Kalau Marco dapat menarik orang seperti Hokuto masuk kelas, mungkin Marco... bisa dibilang menyeramkan, bukan?

'Ah, tidak mungkin~~'

"Daripada itu!" Schubert berpaling ke arah Siren yang tampaknya tengah mengobrol dengan guru mereka. Oh, ada guru rupanya?

"...Ah!" Schubert keburu berdiri di tempatnya dan berpaling ke arah Reinance dan Siren. Ia baru sadar kalau dirinya baru saja menjadi... uber-laut. Dengan cepat, ia membungkuk. "Maafkan keramaian saya."

Sopan bukan?

Oke, nampaknya kelas semakin ramai. Sebentar mari kita hitung...Tiga...Empat.. Oke, empat orang.

Sebuah pertanyaan terlontar dari murid yang pertama memasuki kelas ini. "Humph." Ren hanya tersenyum kecil dan menatap lekat-lekat wajah para murid-murid. Cuma segini? Heh. Membosankan sekali. "Oke, baiklah." dengan suara yang akan keras, pemuda ini mulai berbicara. "Seperti yang kuduga. Kalian memang anak-anak yang berisik." ujarnya blak-blakan. Sakit hati? Biarkan saja. Toh kebanyakan anak-anak tahun kelima memang susah diatur. Liar.

Pemuda ini melangkahkan kakinya dan berdiri di tengah-tengah ruang kelas yang nampak lumayan kosong karena hanya diisi oleh lima orang saja termasuk dirinya. Tangannya meraih sebuah buku kecil dan matanya menyapu bersih baris demi baris. Tidak lama tangannya menutup buku kecil tersebut. "Nah, nah. Sepertinya kalian menganggap enteng bahasa Italia. Apa mau kuberikan tugas sekarang juga?" tanyanya dengan senyum misterius menghiasi wajah pemuda ini sambil meletakkan buku tadi kembali di mejanya. Tidak perlu memperkenalkan diri kan? Toh tidak penting juga murid-murid itu tahu namanya. Terkecuali jika ada yang mau membuka mulut untuk pertanyaan bodoh macam itu. Ya, bodoh.

Malas. Guru pemalas? Kebanyakan orang-orang pasti protes karena cara mengajarnya yang tidak becus. Tapi kalau anak-anaknya juga malas mendengar celotehan panjang lebar tentang bahasa Italia, atau terlalu malas mengerjakan tugas, tidak masalah kan? Toh si kepala sekolah bodoh itu juga tidak bisa protes. Tidak boleh, tepatnya. Memang dasarnya yang tidak bisa diam atau kakinya sedang gatal untuk mondar-mandir, Ren kembali berjalan ke arah jendela yang sejak tadi terbuka. "Jujur, aku lebih suka jika kita bermain saja kali ini." katanya santai.

OOT: langsung skip ke main dishnya yah?

Ren kembali berjalan ke arah jendela yang sejak tadi terbuka. "Jujur, aku lebih suka jika kita bermain saja kali ini." katanya santai.

Marco berusaha meresapi perkataan guru tersebut.. ("Main???" ia berpikir ke masa2 dia masih taman kanak )

"Hoku en Schubbert *menatap keduanya* apakah kalian paham apa yang dimaksud dengan bermain olehnya (Reinance)?" dia bertanya santai

"Yaah, mau belajar atau main, atau bahkan 'main', itu semua terserah Anda. Andalah gurunya di sini. Di kelas, Anda rajanya," jawab Siren ringan sambil melangkah ke salah satu meja dan duduk di atasnya.

"Jadi? Belajar, main, atau 'main'?" tanya Siren sambil tersenyum tipis. Dia tidak begitu peduli guru ini maunya ngapain. Bukan urusannya, 'kan?

"Kalau begitu, mudah! Tak usah belajar!"

"Kalo bisa aku juga maunya begitu! Tapi si Marco ngancem2 nanti bakal ngelaporin aku yang eh..ga jadi.. kalo sampe bolos terus tauk!" balas Hoku mengingat kejadian tadi dan jadi kesal lagi.

"Oke, baiklah." dengan suara yang akan keras, pemuda ini mulai berbicara. "Seperti yang kuduga. Kalian memang anak-anak yang berisik." ujarnya blak-blakan.

"Lalu kenapa? Bagus kan sensei? Jadi aktif, daripada kelas yang murung, payah! Atau..sensei sendiri yang lenbih suka dengan kelas seperti itu" balas Hoku santai dan cuek ke arah guru Italinya itu. Sakit hati? Heh! Hoku itu ga punya waktu buat mikir gituan tau!

Tiba2 guru itu mengatakan kalau dia juga lebih suka untuk bermain? Tentu saja hal tersebut langsung disambut dengan antusias oleh Hoku yang memang lebih suka main daripada belajar *shoot*

"Setuju!! Gitu dong! Ayo main!"

"Hoku en Schubbert *menatap keduanya* apakah kalian paham apa yang dimaksud dengan bermain olehnya (Reinance)?" dia bertanya santai

"Peduli amat?! Yang penting kan main" kata Hoku yang mood-nya makin baik setelah tahu mereka tidak akan belajar tapi malah main. *swt*

Kemudian Hoku mendengar pemuda yang datang paling awal tadi berkata terserah guru itu...

"Uda main aja napa sih?" batin Hoku yang lalu menggoyang-goyangkan kursinya ke belakang dengan kaki di atas meja, dan tangan di belakang leher, bersantai.

"Nah, nah. Sepertinya kalian menganggap enteng bahasa Italia. Apa mau kuberikan tugas sekarang juga?"

Schubert segera berdiri tegak. Menganggap enteng sebuah bahasa? Tak mungkin! ... oke, tarik kata-kata itu kembali. Bahasa Italia mungkin bahasa yang paling mudah baginya. Mungkin dia telah menganggap remeh bahasa ibunya sendiri? Entahlah.

"Tunggu, Herr! ...eh, salah... Signore!" Schubert segera berseru, sebelum kembali ceplas-ceplos lagi. "Kenapa kita tidak perkenalan diri dulu? Kami belum mengenal guru, lho."

"Jujur, aku lebih suka jika kita bermain saja kali ini."
"Hoku en Schubbert *menatap keduanya* apakah kalian paham apa yang dimaksud dengan bermain olehnya (Reinance)?" dia bertanya santai

"Oho! Main...?" Schubert berseur lagi, sementara pikirannya mengembara ke masa lalu. Mari kita lihat; Definisi Schubert mengenai main adalah target practice, duel anggar dengan Rieska, adu makan makaroni dengan tuan muda keluarga Verriert tersebut, dan dikejar-kejar oleh Natasha Verriert sampai hampir mati. Memikirkan opsi yang terakhir, bulu kuduk Schubert berdiri.

"Entahlah..." Nada suara Schubert merendah. "Tapi mungkin terserah dulu... hmmm..."